OPTIMALISASI PEMBERDAYAAN PERAN
MASYARAKAT DALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI SEKOLAH MELALUI BIDANG HUBUNGAN
MASYARAKAT
DI ERA OTONOMI DAERAH
Hari Karyono*)
|
Kata kunci: pemberdayaan masyarakat, humas sekolah, otonomi
daerah.
Sudah sejak bertahun-tahun
yang lalu anak didik merupakan pusat perhatian sekolah, orang tua/wali murid
dan masyarakat. Namun kerjasama antar mereka belum optimal. Orang tua belum
menyadari sepenuhnya bahwa pendidikan dan perkem-bangan anak banyak sekali
ditentukan dan diawali pendidikan di rumah. Orang tualah sebenarnya yang
pertama-tama memperkenalkan tata nilai, aturan-aturan, keterampilan, norma dan
tata tertib kepada anak-anaknya dalam lingkungan rumah tangga. Namun pada
kenyataannya, para orang tua/wali murid bahkan beranggapan bahwa pendidikan itu
sepenuhnya merupakan tanggung jawab sekolah. Anggapan ini menyebabkan para
orang tua pada waktu mengirimkan anak-anaknya ke sekolah seperti layaknya
mendepositokan uang ke bank saja. Begitu uang dimasukkan ke bank, uang tersebut
langsung berbunga atau berkembang sendiri.
Hubungan antara sekolah dan masyarakat pada
hakikatnya adalah suatu sara-na yang cukup mempunyai peranan yang menentukan
dalam rangka usaha mengada-kan pembinaan pertumbuhan dan pengembangan
murid-murid di sekolah.Elsbree da-lam Indrafacrudi, 1989) mengemukakan ada tiga
faktor yang menyebabkan sekolah harus berhubungan dengan masyarakat: (1) faktor
perubahan sifat, tujuan dan metode mengajar di sekolah, (2) faktor masyarakat,
yang menuntut adanya perubahan-perubahan dalam pendidikan di sekolah dan
perlunya bantuan masyarakat terhadap sekolah, dan (3) faktor perkembangan ide
demokrasi bagi masyarakat terhadap pendidikan. Sementara itu, Hymes (1969)
mengatakan bahwa sekolah merupakan ”supplement” dari rumah, oleh karena
itu, perlu adanya hubungan antara sekolah dan rumah.
Esensi hubungan
sekolah-masyarakat adalah untuk meningkatkan keterlibatan, kepedulian,
kepemilikan, dan dukungan dari masyarakat terutama dukungan moral dan
finansial. Dalam arti yang sebenarnya, hubungan sekolah-masyarakat dari dahulu
sudah dilestarikan. Oleh karena itu, sekali lagi, yang dibutuh-kan adalah
peningkatan intensitas dan ekstensitas hubungan sekolah-masyarakat.(Depdikbud,
2002).
Masyarakat di sini meliputi masyarakat setempat
dimana sekolah itu berada, orang tua murid, masyarakat pengguna dan alumnus. Alumnus
sebagai masyarakat yang memiliki hubungan khusus dan ikatan batin yang istimewa
terhadap sekolah, tentu memiliki peranan dan tanggungjawabnya yang khas dan
istimewa pula. Mereka merasakan dan mengalami sekian tahun menjadi warga
sekolah, mereka menikmati dan memperoleh layanan jasa dari sekolah. Mereka
merasakan visi dan misi apa yang mereka alami selama sekian tahun, mereka
mengalami kualitas macam apa, yang menjadikan diri mereka seperti sekarang ini.
Memang hanya tiga tahun atau empat tahun, tidak seberapa banyak dibandingkan
dengan tahun-tahun kehidupan para alumni dalam hidup, namun tetap saja yang
sedikit tahun itu memberikan kontribusi yang tidak kecil selama pendidikan.
Dalam perkembangan penyelenggaraan pendidikan ada
paradigma baru dalam pengelolaan pendidikan sejak digulirkannya otonomi daerah.
Undang-Undang Otonomi Daerah meletakkan
kewenangan sebagian besar pemerintahan bidang pen-didikan dan kebudayaan yang
selama ini berada pada pemerintah pusat kepada peme-rintah daerah
(kabupaten/kota). Kewenangan yang tersisa pada pemerintah pusat dan propinsi
hanya sebatas besarannya saja (PP No. 25 Tahun 2000). Pergeseran struktur kewenangan sistem
administrasi pendidikan ini merupakan momentum yang tepat untuk melakukan
reformasi sistem pengelolaan pendidikan di sekolah. Sebab pemba-ngunan
pendidikan yang selama ini didominasi oleh pemerintah pusat terbukti kurang
efektif. Hal ini terlihat dalam kenyataan bahwa berbagai program investasi
akses pendidikan dan peningkatan mutu yang telah dilakukan belum dapat mencapai
hasil seperti yang diharapkan (Sidi, 2001). Oleh karena itu, otonomi (sistem
dan pengelolaan) pendidikan merupakan suatu keharusan. Dengan otonomi yang
lebih besar, maka sekolah memiliki kewenangan yang lebih besar dalam mengelola
seko-lahnya, sehingga sekolah lebih mandiri.
Kendala-kendala Pelaksanaan Humas di Sekolah
Esensi keberhasilan
penyelenggaraan pendidikan di era otonomi daerah atau desentralisasi adalah
seberapa besar keterlibatan masyarakat terhadap penyelenggara-an pendidikan di
sekolah. Instrumen sekolah, yaitu Bidang Humas di sekolah adalah media yang
paling efektif untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat menjadi pe-duli
terhadap pendidikan di sekolah. Namun demikian, ada beberapa kendala yang
dihadapi oleh sekolah dalam menerapkan bidang Humas. Sehingga dalam
paraktik-nya program-program Humas tidak dilaksanakan sesuai dengan harapan.
Beberapa hal yang menjadi kendala kurang
harmonisnya hubungan sekolah dengan masyarakat diduga dikarenakan hal-hal
sebagai berikut: (a) kepala sekolah cenderung ingin menjaga
otoritasnya/kekuasaannya atas pengelolaan sekolah, (b) kepala sekolah
beranggapan bahwa pengelolaan sekolah adalah wewenangnya, sedangkan para guru
dan anggota Komite Sekolah tidak memenuhi syarat untuk ikut campur, (c) kepala
sekolah takut jika pengelolaan keuangan sekolah tidak benar dan diketahui oleh guru
dan pengurus Komite Sekolah, sebagai
konsekuensinya pengelolan keuangannya hampir sama sekali tidak transpran, (d)
para guru tidak berani menentang, karena takut akan tindakan balasan oleh
kepala sekolah (didendam), (e) kebanyakan orang tua murid bersikap pasif
terhadap sekolah, walaupun kegiatan sekolah tidak memenuhi keinginan mereka.
Dan hal itu mereka lakukan karena takut akan tindakan yang tidak fair
oleh guru dan kepala sekolah terhadap anaknya, dan (f) pada sebahagian sekolah,
pengurus Komite Sekolah bahkan bukan mewakili benar-benar orang tua murid.
Komite pengarahnya terdiri dari kepala sekolah dan penguasa setempat yang dalam
kenyataannya adalah “orang-orang”nya kepala sekolah yang diandalkan untuk
berdiri dibelakangnya (mem-back up-nya).(Depdikbud, 2000).
Disamping hal-hal tersebut di atas,
kendala-kendala pelaksanaan Humas di se-kolah juga dikarenakan bahwa orang tua
siswa dan masyarakat setempat seringkali tidak dilihat sebagai aset yang
berharga dalam peningkatan mutu pendidikan.(httpwww.ssep.netchangei.html,
diakses tanggal 11 Januari 2006).
Pengelolaan Pendidikan di Era Otonomi Daerah
Pada era globalisasi,
Indonesia menghadapi berbagai tantangan, seperti persa-ingan ketat dalam
perdagangan internasional sebagai konsekuensi dari berlakunya pasar bebas di
kawasan ASEAN dan Asia Pasifik, tuntutan
yang lebih besar pada penerapan demokrasi, penegakan hukum, desakan atas
perwujudan nilai-nilai persamaan dan keadilan, serta pemenuhan rasa ketentraman
dan keamanan masyarakat. Sehubungan dengan itu, bangsa Indonesia sedang
melaksanakan reformasi secara bertahap di segala bidang, antara lain reformasi
dalam penyelengga-raan otonomi daerah yang mengatur kembali pola hubungan
pemerintah Pusat dan Daerah.
Di sektor pendidikan, tuntutan reformasi
pendidikan juga bergulir seiring de-ngan arus reformasi di sektor-sektor
lainnya. Salah satu reformasi pendidikan adalah tentang desentralisasi
pendidikan dalam konteks otonomi daerah. Konsep desentralisasi dan implikasinya
dikemukakan oleh Tim Teknis Bappenas bekerjasama dengan Bank Dunia (1999)
sebagai berikut: (1) implikasi administrasi, yakni pemberian kewenangan yang
lebih besar kepada daerah untuk ikut melaksanakan kegiatan pembangunan sesuai
dengan potensi dan kebutuhan setempat, (2) implikasi kelembagaan, yakni
kebutuhan anak untuk meningkatkan kapasitas perencanaan dan pelaksanaan
unit-unit kerja daerah, (3) implikasi keuangan, yakni kebutuhan dana yang lebih
besar bagi daerah untuk dapat melaksanakan fungsinya di bidang pembangunan, dan
(4) implikasi pendekatan perencanaan pendidikan, yakni kebutuhan untuk
memperkenalkan model pendekatan kewilayahan yang bermula dari bawah, dengan
melibatkan peran serta masyarakat semaksimal mungkin.
Pengertian desentralisasi
pendidikan adalah sistem manajemen untuk mewu-judkan pembangunan pendidikan
yang menekankan pada kebhinekaan. Pelaksanaan desentralisasi pendidikan yang
dilatarbelakangi oleh setiap daerah memiliki sejarah-nya sendiri, kondisi dan
potensinya sendiri yang berbeda dengan daerah lain. Untuk itu daerahlah yang
lebih banyak tahu tentang keadaan dirinya, permasalahannya dan aspirasinya.
Daerah berfungsi untuk menyusun rencana, merumuskan kebijaksanaan, mengambil
keputusan, dan menentukan langkah-langkah pelaksanaan pendidikan di
daerah.(Sufyarma, 2003).
Dalam pelaksanaan
desentralisasi pendidikan tidak berarti menciutkan substansi pendidikan menjadi
substansi yang bersifat lokal dan sempit, serta berorientasi pendidikan yang
bersifat primordial yang dapat menumbuhkan sentimen kedaerahan. Dengan kata
lain, desentralisasi pendidikan diartikan sebagai pelimpahan kekuasaan dan
wewenang yang lebih luas kepada daerah untuk membuat perencanaan dan mengambil
keputusannya sendiri dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi di bidang
pendidikan, namun harus tetap mengacu kepada tujuan pendidikan nasional sebagai
bagian dari upaya pencapaian tujuan pembangunan nasional.(Tim Teknis Bappenas
dan Bank Dunia, 1999).
Dengan kata lain,
desentralisasi pendidikan diartikan sebagai pelimpahan we-wenang yang lebih
luas kepada daerah untuk membuat perencanaan dan pengambilan keputusannya
sendiri dalam mengatasi permasalahan yang dihadapinya di bidang pendidikan,
dengan tetap mengacu kepada tujuan pendidikan nasioanal sebagai bagian dari
upaya pencapaian tujuan pembangunan nasional. Dalam pengertian ini,
desentralisasi pendidikan akan mendorong terciptanya kemandirian dan rasa
percaya diri yang tinggi pemerintah daerah yang pada gilirannya mereka akan
berlomba me-ningkatkan pelayanan pendidikan bagi masyarakat di daerahnya
sendiri. Persaingan yang sehat dan kerja sama antardaerah diharapkan akan terus
tumbuh dalam suasana keterbukaan komunikasi antardaerah yang dijiwai semangat
persatuan dan kesatuan dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional yang
bercirikan keragamaan daerah. Sementara itu, pemerintah pusat memainkan peranan
yang sangat menentu-kan untuk memberikan perimbangan kepada daerah yang
memiliki sumber daya terbatas. Dengan mekanisme penyelenggaraan pendidikan yang
sedemikian, pelayanan pendidikan diharapkan lebih efisien dan efektif, karena
daerah tidak tergantung atau menunggu kebijakan pusat untuk keperluan daerahnya.
Kualifikasi Praktisi Humas di Sekolah
Masalah yang tidak kalah
pentingnya dalam kaitannya peningkatan peran bidang Humas di sekolah adalah
perihal figur petugas humas di sekolah. Menurut Anggoro (2001) apabila
dirangkum ada enam kriteria kualifikasi dari seorang praktisi humas yang baik,
terlepas dari jenis latar belakang pribadinya: (1) mampu menghadapi semua orang
yang memiliki anera ragam karakter dengan baik. Itu berarti ia harus mampu dan
mau berusaha memahami serta terkadang berusaha untuk bersikap setoleran mungkin
kepada setiap orang yang dihadapinya tanpa harus menjadi seorang penakut atau
penjilat; (2) mampu berkomunikasi dengan baik. Artinya, ia mampu menjelaskan
segala sesuatu dengan jelas dan lugas, baik secara lisan maupun tertulis, atau
bahkan secara visual (misalnya melalui gambar-gambar atau foto-foto); (3)
pandai mengorganisir segala sesuatu. Hal ini pada gilirannya menuntut kemampuan
perencanaan yang prima; (4) memiliki integritas personal, baik dalam profesi
maupun dalam kehidupan pribadinya; (5) punya imajinasi. Artinya, daya
kreatifnya cukup baik sehingga ia mampu membuat jurnal internal, menulis naskah
untuk film atau video, menyusun rencana kampanye humas yang rinci dan jelas,
serta mampu mencari dan menemukan cara-cara yang semula tak terbayangkan guna
memecahkan berbagai masalah, dan (6) serta tahu. Seorang praktisi humas
dituntut untuk memiliki akses informasi yang seluas-luasnya. Dalam hal ini, mau
tidak mau ia memang dituntut untuk menjadi “manusia super.”
Peran
Masyarakat dalam Kegiatan Pendidikan di Sekolah dalam Konteks Otonomi Daerah
Pemberian otonomi luas
kepada daerah diarahkan untuk memperecepat terwu-judnya kesejahteraan
masyarakat melalui peningkatan
pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Didalam penjelasan Undang-Undang
No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dijelaskan bahwa prinsip otonomi
daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan
kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintah di luar yang menjadi
urusan Pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-undang ini. Daerah memiliki
kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran
serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan
kesejahteraan rakyat.
Daerah kabupaten dan daerah kota tersebut
berkedudukan sebagai Daerah Otonom mempunyai kewenangan dan kekuasaan untuk
membentuk dan melaksana-kan kebijakan menurut prakarsa dan inspirasi
masyarakat. Dari kutipan penjelasan Undang-Undang RI No. 32 tahun 200 tersebut
di atas, jelaskan bagi kita betapa pen-tingnya peranan masyarakat di era tonomi
daerah, termasuknya perannya dalam bidang pendidikan.
Perihal peran masyarakat dalam bidang pendidikan,
menurut Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (2000) mengemukakan
banyak hal yang bisa dilakukan masyarakat untuk mempercepat proses reformasi di
bidang pendidikan, antara lain: (1) bersama sekolah ikut memikirkan strategi
untuk meningkatkan mutu; (2) membeli buku-buku dan peralatan pendidikan; (3) komunitas
orang-orang terdidik juga dapat menyumbangkan tenaga dan pikiran serta memberi
berbagai pelatihan kepada guru; (4) masyarakat dapat memfasilitasi sekolah
untuk melakukan kunjungan ke sekolah yang maju; (5) masyarakat bisa membantu di
luar dana dengan memberikan peluang, sehingga sekolah berkembang, misalnya;
menjodohkan sekolah dengan industri sebagai tempat latihan nyata; (6) masyarakat
bisa membantu sekolah dengan bersikap antusias terhadap pendidikan, karena
sikap masyarakat mempengaruhi peserta didik dan berkaitan dengan budi pekerti;
(7) keluarga dan masyarakat juga berperan dalam membentuk perilaku anak, misalnya:
orang tua tidak mengeluarkan kata-kata kotor atau sembarangan, membudayakan
antri, menjaga kebersihan dan sebagainya. Contoh-contoh tersebut akan secara
otomatis anak mengikuti perilaku itu; dan (8) pemeliharaan dan pengembangan
seni budaya.
Hal-hal
Potensial yang Menimbulkan Konflik antara Sekolah dengan Masyarakat
Seperti dimaklumi, human
relatrion amat penting bahkan merupakan suatu syarat bagi seseorang dalam
berkomunikasi. Human relation adalah interaksi antara seseorang dengan
orang lain yang menghasilkan kepuasan. Bagaiamana upaya Bidang Humas memuaskan
sekian banyak orang, itulah masalahnya, apalagi dalam situasi yang cepat
berubah. Perubahan kebijakan dari sentralisasi menjadi desentralisasi, kemajuan
iptek yang akan berdampak kepada kurikulum, perkembangan demokrasi yang harus
diterapkan dalam pengelolaan pendidikan dan sebagainya.
Betapapun juga ada
beberapa ”simpul” yang mungkin menimbulkan konflik antara Sekolah dengan
masyarakat yaitu : (1) masalah perubahan, (2) pandangan sem-pit, (3) tekanan
dari luar, (4) persaingan antar kelompok dalam masyarakat, (5) latar belakang
guru, (6) hak-hak guru, (7) krisis kepercayaan, (8) pelaksanaan yang kurang
wajar dari sekolah terhadap siswa (guru menempeleng siswa).(Depdikbud, 2001).
Meningkatkan Hubungan yang baik antara Sekolah
dengan Masyarakat
Hubungan sekolah dengan masyarakat
mengandung pengertian hubungan tim-bal balik yang harmonis antara keduanya.
Hubungan yang harmonis itu hanya dapat dicapai apabila masing-masing bermanfaat
bagi yang lain. Sebagai contoh, sekolah dapat meminta bantuan masyarakat
sekitar untuk pengamanan sekolah dari gangguan remaja-remaja tanggung yang
terbiasa ”mematok” atau memeras murid-muridnya.
Sebaliknya, masyarakatpun pada saat-saat
tertentu diperkenankan untuk me-manfaatkan fasilitas sekolah, seperti: aula,
lapangan olahraga dan sebagainya. Hubungan yang baik ini perlu ditingkatkan.
Ada beberapa gagasan untuk meningkat-kan hubungan baik antara sekolah dengan
masyarakat, yaitu menerapkan konsep Wa-wasan Wiyata Mandala, antara lain: (1) mendorong
murid-murid berperan/ berpartisipasi dalam kehidupan sosial, ekonomi dan
kebudayaan di tengah-tengah masyarakat; (2) mengatur begitu rupa, sehingga fasilitas
sekolah juga bisa dimanfaatkan oleh masyarakat; (3) selalu menyampaikan
informasi-informasi penting tentang sekolah kepada masyarakat (umpamanya:
tentang bazar amal, bakti sosial, idul korban, zakat fitrah dan lains
sebagainya); (4) memelihara hubungan baik dan teratur dengan lembaga/badan
pendidikan lain yang barangkali saling menguntungkan; (5) buktikan/pastikan
bahwa kepala sekolah dan stafnya penuh perhatian, lebih bijaksana, simpatik dan
jujur tentang apa saja yang dapat mereka lakukan terhadap permintaan masyarakat;
(6) menyarankan agar kepala sekolah khususnya Wakasek Bidang Humas, staf dan
murid-murid menerima dan melayani tamu dengan sopan, ramah dan siap membantu.
Upayakan agar tamu terlayani dengan hati yang sejuk; (7) sesekali undanglah orang-orang
yang terkemuka dari tiap kelompok penting untuk ikut serta dalam kehidupan
sekolah, umpamanya dalam kegiatan olah raga, pembagian hadiah, pesta sekolah
dan sebagainya; (8) harus dapat diyakini bahwa kepala sekolah tidak melibatkan
diri dalam politik, selalu netral, tidak memihak serta teguh pendiriannya dalam
mengikuti peraturan dinas dan hukum, (9) hendaknya hubungan itu dilandasi
dengan cinta kasih dan ikhlas.
Penyampaian
Informasi tentang Kegiatan Sekolah kepada Masyarakat
Penggalangan kerjasama
antara sekolah dengan masyarakat hanya mungkin dilakukan apabila sekolah dan
kegiatannya tersebut dimengerti dan dipahami oleh masyarakat. Dengan demikian,
maka informasi tentang kegiatan sekolah harus dike-mas dan disampaikan dengan
baik kepada masyarakat. Sebaliknya, jika rencana dan kegiatan sekolah tidak
tersusun dengan baik, maka informasi tersebut tidak akan efektif. Rencana
kegiatan yang lengkap dengan strategi penyampaikan yang tertata rapih akan
mendorong kerjasama sekolah dengan masyarakat seperti yang diharapkan.
Masyarakat dalam konteks
pembahasan ini diartikan sebagai sejumlah manu-sia dalam arti seluas-luasnya
dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama. Sejumlah manusia
dalam arti seluas-luasnya di sini, dimaksudkan adalah ada-nya orang dan tempat
untuk saling berinteraksi dan saling membutuhkan untuk men-capai tujuan yang
sama dan bersama. Sebagai contoh, masyarakat sekolah dalam hal terdiri dari
kepala sekolah, guru, karyawan, murid dan orang tua, sedangkan masya-rakat luar
sekolah adalah yang di luar itu. Namun ada juga yang beranggapan (seperti di
Australia), masyarakat sekitar sekolah termasuk masyarakat sekolah (catchment
area). Wilayah jangkauan (catchment area)
ini, dapat kecil dapat pula besar.
Yang termasuk masyarakat sekolah
tersebut di atas antara lain: (1) Badan Pembantu Penyelenggara Pendidikan
(BP3); (2) Komite Sekolah (School Council) yang terdiri atas: Kepala
Sekolah, Guru Senior, OSIS, BP3, dan Tokoh Masyarakat; (3) Organisasi Siswa
Intra Sekolah (OSIS); (3) Perkumpulan Alumni Siswa, (4) Organisasi Profesi
(PGRI); dan (5) Kelompok Profesi, seperti: Musyawarah Kepala Sekolah (MKS) atau
Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S), Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP),
Musyawarah Guru Pembimbing (MGP), dan Kelompok Kerja Kepala Madrasah (K3M).
Adapun masyarakat luar sekolah adalah: Masyarakat Rukun Tetangga (RT), Rukun
Warga (RW) di bawah pimpinan Kelurahan, Karang Taruna, Instansi-instansi yang
kantornya berdekatan dengan sekolah, dan para pengusaha.
Sementara itu, masyarakat (khususnya
orangtua) berhak untuk memperoleh informasi tentang perkembangan anaknya di
sekolah. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 7 ayat (1) orang tua berhak berperan
serta dalam memilih satuan pendidikan dan memperoleh informasi tentang
perkembangan pendidikan anaknya.
Selanjutnya, bagaimana kita dapat
menumbuhkan rasa tanggung jawab ma-syarakat terhadap pendidikan jika masyarakat
tidak diberitahu dan tidak diberi informasi. Apalagi setiap anggota masyarakat punya hak untuk
memperoleh informasi tentang pendidikan. Di samping itu, sesuai tuntutan
pelaksanaan school-based management, masyarakat sebagai konsumen harus
diberi informasi yang benar. Lebih-lebih sebagai konsumen yanag akan
menggunakan produk pendidikan sekolah tersebut.
Adapun informasi utama
yang perlu disampaikan sekolah melalui bidang Humas kepada masyarakat, antara
lain meliputi informasi-informasi sebagai berikut : (1) Visi dan Misi Sekolah:
pada umumnya sekolah mempunyai Visi dan Misi. Visi adalah suatu pandangan yang
jauh ke depan, cita-cita yang ideal, bisa dipercaya dan lebih baik dibandingkan
kondisi saat ini. Sedangkan Misi adalah tugas-tugas yang harus dilakukan oleh
sekolah untuk mencapai visi tersebut. Dengan penyampaian informasi tentang visi
dan misi ini, masyarakat juga diajak untuk tidak saja memahaminya, tetapi juga
memberikan masukan dalam proses pembinaan peserta didik; (2) Program Kerja
Sekolah: dengan visi dan misi di atas, melalui program kerja sekolah tahunan
atau lima tahunan atau lima tahunan, maka ditentukan: sasarannya (bagian dari
tujuan), strateginya atau cara untuk mencapai sasaran, rencana tindakan
(pedoman kerja untuk periode waktu tertentu), dan pelaksanaan yaitu realisasi
rencana tindakan dengan mengikuti seluruh rencana tersebut. Di samping buku
Pedoman Kerja, disusun pula buku informasi Pendidikan Seko-lah yang memuat data
dan kegiatan lebih rinci, antara lain: data sekolah, sejarah singkat sekolah,
daftar pengurus yayasan (khusus sekolah swasta), bangunan dan ruang belajar,
daftar dewan guru dan pegawai, keadaan siswa, pengurus BP3, perpustakaan, norma
kenaikan kelas dan kelulusan, program kegiatan tahun pelajaran, jadwal
pelajaran, kalender pendidikan. Dengan demikian langkah-langkah konkrit yang
disusun serta partisipasi yang diharapkan akan tergambar dengan jelas.
Diharapkan orang tua murid tertarik dengan data dan kegiatan yang dibagikan,
sehingga terjadi interaksi yang baik dengan sekolah, dan (3) Produk (hasil)
serta prestasi yang telah dicapai oleh sekolah: produk sekolah yang perlu
diinformasikan kepada orang tua murid dan masyarakat adalah antara lain; siswa
tamatan dari sekolah tersebut mempunyai mutu yang baik, misalnya siswa tamatan
sekolah tersebut banyak yang melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih
tinggi di sekolah yang bermutu. Di samping itu, prestasi sekolah yang telah
dicapai yang perlu diinformasikan antara lain hasil-hasil lomba yang telah
diikuti baik di tingkat kabupaten, propinsi maupun tingkat nasional, misalnya:
Juara I Drumband tingkat Kabupaten, dsbnya.
Berbagai Cara
Penyampaian Informasi kepada Masyarakat melalui Bidang Humas Sekolah
Bidang Humas di Sekolah
hendaknya memiliki keterampilan atau mengetahui
berbagai cara dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat sebagai
berikut : (1) melalui selebaran (leaflet) yang biasanya berisikan SK
berdirinya sekolah, lokasi sekolah, fasilitas yang dimiliki, tenaga pendukung,
program sekolah, prestasi yang pernah dicapai dan foto-foto kegiatan; (2) buletin
yang isi/materinya antara lain: kegiatan belajar siswa (intra dan ekstra
kurikuler), kegiatan belajar mengajar, struktur organisasi sekolah, pengurus Komite
Sekolah, prestasi yang pernah dicapai (akademik dan non akademik), karangan
ilmiah, pengembangan sekolah, peratuaran tata tertib, alumni, dll.; (3) melalui
rapat, seminar, lokakarya, sarasehan, penyuluhan, dll.; (4) kontak pribadi
dengan semua pihak (wawancara, surat menyurat); (5) kegiatan publikasi melalui radio,
televisi dan surat kabar; (6) melalui pidato dalam setiap kegiatan dalam upaya
menggerakkan kerjasama dengan masyarakat; (7) mengadakan kegiatan pameran seni
yang menampilkan karya murid; (8) open day, ditambah publikasi dalam bentuk baliho (gambar besar di
tempat ramai, spanduk dan poster); (9) menggunakan media internet-homepage.
Walapun harus diakui bahwa
internet-homepage ini masih terbatas sekali penggunaannya oleh
sekolah, namun bagaimanapun juga sekolah sudah harus mengantisipasinya bagi
tuntutan sekolah masa depan; (10) karya wisata dengan
melibatkan/mengikutsertakan langsung orangtua; (11) melalui siswa, guru dan
pegawai; dan (12) olah raga bersama seperti: gerak jalan/sepeda santai bersama
(guru, pegawai, murid dan orang tua murid), misalnya dilaksanakan pada hari
ulang tahun sekolah.
Strategi Melibatkan Masyarakat dalam Kegiatan
Pendidikan melalui Bidang Humas Sekolah
Dalam konteks otonomi daerah di bidang
pendidikan, bagi sekolah permasalahannya adalah bukannya bagaimana membangun
relasi, tetapi bagaimana sekolah mampu memanfaatkan relasi tersebut. Tidak
semua sekolah, khususnya bi-dang Humas mencermati masalah ini.
Sekolah pada hakikatnya mempunyai banyak
relasi. Puluhan, ratusan bahkan ribuan orang tua murid adalah relasinya. Begitu
pula dengan orang tua murid, para alumni dan tokoh masyarakat. Oleh karena itu,
seyogyanya potensi inilah yang pertama-tama harus disadari dan dilihat bidang
Humas di sekolah. Oleh karena itu, Kepala Sekolah melalui Bidang Humas dengan
bantuan guru Bimbingan dan Konse-ling mengklasifikasi pekerjaan orang tua
murid. Kelompok-kelompok inilah yang perlu dilibatkan untuk mendukung program
sekolah melalui Komite Sekolah.
Pelibatan masyarakat terhadap kegiatan
pendidikan di sekolah dapat dilaku-kan dengan cara individu/perorangan dan
organisatoris. Adapun bentuk-bentuk peli-batan masyarakat tersebut antara lain
sebagai berikut ini.
1. Melibatkan individu masyarakat.
● Mempersiapkan orang tua murid untuk datang
ke sekolah berkonsultasi/ber-diskusi bagi kemajuan anaknya.
● Menerima orang tua murid yang secara
sukarela datang ke sekolah menyam-paikan saran-saran atau bahkan sumbangan untuk
kemajuan sekolah. Misal-nya: seorang pustakawan datang secara sukarela dan
berkala ke sekolah untuk membantu membenahi perpustakaan sekolah. Namun
bagaimanapun juga se-muanya tergantung kepada kepiawaian Kepala Sekolah melalui
bidang Humas.
2. Melibatkan secara organisatoris.
● Melalui Komite Sekolah.
-
Untuk perluasan gedung sekolah, orang tua murid yang arsitektur dan ahli teknik
dapat kita minta bantuannya untuk membuat design bangunan mau-pun
perbaikan sekolah.
- Begitu juga untuk menata taman sekolah.
- Peningkatan atau pemeliharaan kesehatan
penting sekali apalagi akhir-akhir ini bertambah maraknya masalah narkoba.
Kenapa kita tidak libatkan saja orang tua murid yang berprofesi dalam bidang
kesehatan.
-
Tawuran pelajar yang sangat memusingkan itu kenapa tidak melibatkan orang tua
murid yang berprofesi dalam bidang keamanan.
- Pemusik, pelukis, dramawan, sastrawan dan
lain-lain dilibatkan dalam kegi-atan ekstra kurikuler sekolah.
- Para praktisi hukum untuk masalah hukum dan
tata tertib.
-
Tokoh pendidikan dan tokoh masyarakat lainnya untuk peningkatan hasil pendidikan
dan atau memberikan keterampilan khusus.
-
Penyuluh pertanian, perikanan dan peternakan yang diperlukan untuk
daerah-daerah tertentu.
- Berbagai profesi lain yang dapat menunjang
program sekolah.
● Melalui organisasi alumni.
Dari para alumni, sekolah dapat meminta
saran tentang kekurangan sekolah yang perlu dibenahi, upaya yang perlu
dilakukan untuk perbaikan.
Dari para alumni pula dapat dihimpun dana
baik untuk peningkatan kesejahte-raan personil sekolah maupun perbaikan
bangunan. Dapat juga mengundang mereka untuk menyampaikan pengalaman
keberhasilannya. Dengan demikian mereka dapat menularkan pengalamannya kepada
adik-adik mereka, bahkan mungkin dapat mengajarkan atau menambah wawasan para
guru dan warga sekolah lainnya.
● Melalui dunia usaha/dunia kerja.
Dengan dibantu oleh guru Bimbingan dan
Konseling, diusahakan mengun-dang tokoh yang berhasil untuk datang ke sekolah.
Keberhasilan tokoh terse-but diharapkan akan memotivasi murid dan seluruh warga
sekolah untuk bet-buat yang serupa.
● Melalui hubungan dengan instansi lain.
-
Hubungan dengan sekolah lain. Hubungan kerjasama ini dapat dibina mela-lui
MGMP, MGP, MKS, K3S dan K3M (Kelompok Kerja Kepala Madrasah).
-
Hubungan dengan lembaga pemerintahan dan swasta. Misalnya kerjasama dengan bank
dalam rangka gerakan menabung, demikian juga dengan perta-manan dalam rangka
penghijauan dan sebagainya.
Berbagai bentuk peranserta masyarakat dalam
penyelenggaraan sistem pen-didikan nasional, dikemukakan oleh Soedijarto (1997)
bahwa berbagai bentuk peranserta masyarakat adalah sebagai berikut: (1)
pendirian dan penyelenggaraan sa-tuan pendidikan pada jalur pendidikan sekolah,
atau jalur pendidikan luar sekolah, pada semua jenis pendidikan kecuali
pendidikan kedinasan, dan pada semua jenjang pendidikan di jalur pendidikan
sekolah; (2) pengadaan dan pemberian bantuan tenaga kependidikan untuk
melaksanakan pengajaran, pembimbingan, dan/atau pelatihan pe-serta didik; (3)
pengadaan atau pemberian bantuan tenaga ahli untuk membantu pe-laksanaan kegiatan
belajar mengajar dan/atau penelitian dan pengembangan, (4) pengadaan dan/atau
penyelenggaraan program pendidikan yang belum diadakan dan/ atau
diselenggarakan oleh Pemerintah untuk menunjang pendidikan nasional, (5)
pengadaan dana dan pemberian bantuan yang berupa wakaf, hibah, sumbangan,
pin-jaman, beasiswa, dan bentuk yang sejenis; (6) pengadaan dan pemberian
bantuan ruangan, gedung, dan tanah untuk melaksanakan kegiatan
belajar-mengajar; (7) peng-adaan dan pemberian bantuan buku pelajaran dan
peralatan pendidikan untuk melak-sanakan kegiatan belajar-mengajar; (8)
pemberian kesempatan untuk magang dan/ atau latihan kerja; (9) pemberian
bantuan manajemen bagi penyelenggaraan satuan pendidikan dan pengembangan
pendidikan; (10) pemberian pemikiran dan pertim-bangan berkenaan dengan
penentuan kebijaksanaan dan/atau penyelenggaraan pengembangan pendidikan; (11)
pemberian bantuan dan kerjasama dalam kegiatan penelitian dan pengembangan; dan
(12) keikutsertaan dalam program pendidikan dan/ atau penelitian yang diselenggarakan
di dalam dan/atau di luar negeri.
Strategi pelibatan masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan di sekolah adalah dalam rangka untuk peningkatan
mutu pendidikan di sekolah. Secara umum, manajemen peningkatan mutu berbasis
sekolah (MPMBS) dapat diartikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi
lebih besar kepada sekolah, memberi-kan fleksibilitas/keluwesan-keluwesan
kepada sekolah, dan mendorong partisipasi secara langsung warga sekolah (guru,
siswa, kepala sekolah, karyawan) dan masyara-kat (orangtua siswa, tokoh
masyarakat, ilmuwan, pengusaha, dsb) untuk meningkat-kan mutu sekolah
berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta peraturan perundang-undangan
yang berlaku.(Depdiknas, 2002).
Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa dengan
partisipasi/pelibatan warga sekolah dan masyarakat secara langsung dalam
penyelenggaraan sekolah, maka rasa memiliki mereka terhadap sekolah dapat
ditingkatkan. Peningkatan rasa memiliki ini akan menyebabkan peningkatan rasa
tanggungjawab, dan peningkatan rasa tanggung jawab akan meningkatkan dedikasi
warga sekolah dan masyarakat terhadap sekolah. Inilah esensi partisipasi
warga sekolah dan masyarakat dalam pendidikan. Salah satu contoh soal yang baik
dan layak dikemukakan disini dalam konteks pendidikan mutu pendidikan di era
desentralisasi, sebagaimana laporan yang dikemujkakan oleh USAID Indonesia.
Dalam laporannya tentang ”Peningkatan Mutu Pendidikan Dasar yang
Terdesentralisasi”, dikemukakan beberapa keberhasilan pro-gram, antara lain
salah satunya adalah ”keterlibatan masyarakat dan orang tua me-ningkat. Orang
tua murid yang menjadi relawan berada dalam kelas dan membantu dalam perbaikan
fisik sekolah. Komite sekolah secara aktif mengelola sekolah di 80% sekolah
yang terlibat program MBE.”(www.mbeproject.net,
diakses 11 Januari 2008)
Simpulan dan
Saran
Simpulan
Hubungan antara sekolah dan masyarakat
pada hakikatnya adalah suatu sara-na yang cukup mempunyai peranan yang
menentukan dalam rangka usaha mengada-kan pembinaan pertumbuhan dan
pengembangan murid-murid di sekolah. Wacana otonomi daerah memberikan peluang
terhadap pelaksanaan otonomi pendidikan di sekolah. Sekolah melalui Bidang
Humas dapat memanfaatkan peluang ini dengan membangun relasi dengan masyarakat
lingkungan sekitar yang peduli terhadap penyelengaraan pendidikan di sekolah. Melalui
Humas Sekolah partisipasi/pelibatan warga sekolah dan masyarakat secara
langsung dalam penyelenggaraan sekolah, maka rasa memiliki mereka terhadap
sekolah dapat ditingkatkan.
Saran-saran
Untuk mengoptimalkan
partisipasi masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan di era otonomi ini,
disarankan kepada Kepala Sekolah untuk memfungsi-kan Bidang Humas serta Dewan
Sekolah agar dapat memberdayakan warga sekolah dan terutama masyarakat (orang
tua siswa, tokoh masyarakat, ilmuwan, usahawan, dsbnya) untuk terlibat baik langsung
maupun tidak langsung dalam penyelenggaraan pendidikan mulai dari pengambilan
keputusan, pelaksanaan, dan evaluasi pendidikan yang diharapkan dapat
meningkatkan mutu pendidikan.
DAFTAR RUJUKAN
Anggoro, M.L. 2001. Teori dan Profesi Kehumasan, Serta
Aplikasinya di Indonesia. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Danim, S. 2003. Menjadi
Komunitas Pembelajar, Kepemimpinan Transformasional dalam Komunitas Organisasi
Pembelajaran. Jakarta; Bumi Aksara.
Depdikbud. 2000. Manajemen
Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Edisi 2: Revisi. Jakarta:
Direktorat Pendidikan Menengah Umum, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah.
Depdikbud. 2001. Bekerjasama
dengan Masyarakat. Buku Utama. Surabaya: Proyek Perluasan dan Peningkatan
Mutu SLTP, Direktorat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan.
Depdikbud. 2002. Manajemen
Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Konsep Dasar, Buku 1. Jakarta:
Direktorat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, Direktorat Jenderal Pendidikan
Dasar dan Menengah, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan.
Depdiknas. 2002. Manajemen
Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Konsep Dasar, Buku 1. Jakarta:
Direktorat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, Direktorat Jenderal Pendidikan
Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional.
Fattah, H.N. 2004. Konsep
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Dewan Sekolah. Bandung: C.V. Pustaka Bani Quraisy.
Hymes, J.I. 1969. Effective Home School Relations.
New York: Prentice Hall, Inc.
Indrafachrudi, S. 1989. Hubungan
antara Sekolah dengan Masyarakat. Malang: Penerbit IKIP Malang.
Jalal, F. dan Supriadi, D.
2001. Reformasi
Pendidikan, Dalam Konteks Otonomi Daerah. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.
Perkembangan Sekolah:
Model Pembaharuan pada Sekolah Menengah Umum. (http.www.ssep.netcgangei.htm1, diakses tanggal
11 Januari 2006).
Moore, H.F. 2000. Hubungan
Masyarakat: Prinsip, Kasus, dan Masalah Jilid 2. Terjemahan oleh Lilawati
Trimo. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Nasution, Z. 2006. Manajemen
Humas di Lembaga Pendidikan, Konsep, Fenomena dan Aplikasinya. Malang: UPT
Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang.
Sidi, I.D. 2001. Menuju
Masyarakat Belajar, Menggagas Paradigma Baru Pendidikan. Jakarta: PT Logos
Wacana Ilmu.
Soedijarto. 1997. Meningkatkan
Kinerja Sistem Pendidikan Nasional dalam Menyiapkan Manusia Indonesia Memasuki
Abad Ke-21. Kumpulan Makalah. Jakarta.
Soemirat, S. &
Ardianto, E. 2005. Dasar-dasar Public Relations. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sufyarma M., H. 2003. Kapita
Selekta, Manajemen Pendidikan. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Sutisna, O. 1983. Administrasi
Pendidikan, Dasar Teori untuk Praktek Profesional. Bandung: Penerbit
Angkasa.
Tim Teknis Bappenas
bekerjasama dengan Bank Dunia. 1999. Menuju Desentralisasi Pengelolaan
Pendidikan Dasar. Jakarta: Bappenas bekerjasama dengan Bank Dunia.
Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah.
USAID Indonesia. 2006. Peningkatan Mutu Pendidikan Dasar yang
Terdesentrali-sasi. Jakarta: USAID Indonesia (www.mbeproject.net,
diakses tanggal 11 Januari 2006).
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar