Kamis, 22 Maret 2018

ETIKA PROFESI KEPENDIDIKAN: TIPS MENJADI TENAGA KEPENDIDIKAN YANG PROFESIONAL



ETIKA PROFESI KEPENDIDIKAN:
TIPS MENJADI TENAGA KEPENDIDIKAN YANG PROFESIONAL

Hari Karyono*)
Secara singkat etika adalah ilmu tentang tingkah laku. Atau disebut juga sebagai ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang benar. Manfaat etika profesi kependidikan adalah (1) menjunjung tinggi martabat profesi, (2) menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya, (3) pedoman berperilaku, (4) meningkatkan pengabdian para anggota profesi, (5) meningkatkan mutu profesi, dan (6) meningkatkan mutu organisasi profesi.
Sebenarnya, di lingkungan pendidikan, sudah ada kode etik profesi sebagaimana profesi lainnya, yaitu Kode Etik Guru Indonesia. Namun demikian, secara teks saja kita tidak pernah hafal dan tidak berusaha menghafal. Kalau secara tekstual saja tidak hafal, apabila mengamalkannya setiap butir kode etik profesi tersebut. Tujuan kode etik profesi adalah menjunjung tinggi martabat profesi serta menentukan baku standarnya sendiri. Disamping itu, etika profesi sebagai kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi tenaga kependidikan. Yang perlu diingatkan adalah bahwa profesi guru (tenaga kependidikan) adalah sudah menjadi pilihan kita. Oleh karena itu, profesi ini perlu kita jaga dan kita tingkatkan kualitasnya.
Sebagai wacana yang perlu kita hayati dan renungkan bersama. Apakah kita sudah layak termasuk kategori guru yang profesional. Ada beberapa kriteria guru yang profesional. Menurut David Chamber dalam “Anatomy of a Good Coach” mendeskripsikan bahwa ciri-ciri guru profesional adalah: (1) pengetahuan pertumbuhan dan perkembangan peserta didik, (2) antusiasme dan dedikasi, (3) matang/dewasa, (4) beradab, (5) jujur dan adil, (6) pengetahuan metode pembelajaran, (7) kemajuan peserta didik, (8) evaluasi peserta didik, (9) humor, (10) pengelololaan peserta didik yang efektif, (11) perhatian pada peserta didik, (12) kemampuan mengajar dan mendidik, (14) media, (15) komunikasi, (16) motivator, (17) disiplin, (18) keterampilan mengorganisasi, dan (19) pengetahuan bagaimana tubuh bekerja.
Sulo (1984) mengemukakan bahwa kemampuan mengajar merupakan titik sentral dalam pelaksanaan tugas guru di sekolah. Oleh karena itu, untuk menjaga mutu dan profesionalisme, guru harus selalu menjadi orang yang selalu ingin  belajar untuk meningkatkan diri. Pendidikan guru yang diselenggarakan oleh LPTK, bukan sebagai akhir persiapan menjadi guru. Kebijakan pemerintah untuk meningkatkan profesionalisme diselenggarakan melalui PLPG dan PPG. Untuk dosen melalui Pekerti dan AA serta studi lanjut.
Identifikasi permasalahan dan tantangan Pembangunan Pendidikan dan Kebudayaan Periode 2015—2019, diantaranya adalah peran pelaku pembangunan pendidikan belum optimal. Meskipun sebagian pelaku sudah mengalami peningkatan peran yang cukup besar di era sebelumnya. Pada masing-masing jenjang pendidikan, ada pelaku yang masih kurang kuat peran dan keterlibatannya. Sebagai contoh: dalam pendidikan dasar, peran orang tua sering masih terbatas pada urusan administrasi dan penyediaan sarana pribadi siswa saja; dalam pendidikan jenjang menengah, para siswa belum menjadi subjek pendidikan atau kurang dilibatkan aktif dalam proses pembelajaran; penguatan peran guru dan tenaga pendidikan masih terlampau menekankan peningkatan mutu, kompetensi, dan profesionalisme guru. Selain itu, penguatan peran pelaku pada keseluruhan jenjang pendidikan juga masih kurang disinergikan sebagai bagian dari ekosistem pendidikan
Dengan mempelajari matakuliah Etika Profesi Kependidikan diharapkan akan menginspirasi tenaga kependidikan untuk dijadikan rujukan perubahan sikap dan perilaku yang lebih baik dan lebih profesional sebagai tenaga kependidikan. Profesi tenaga kependidikan adalah profesi yang mulia dalam rangka mencerdaskan anak bangsa. Oleh karena itu, kita dituntut oleh setia kepada profesi dan komitmen kita serta terus belajar sepanjang hayat.

*)  Dr. Hari Karyono, M.Pd adalah dosen Pengampu matakuliah Etika Profesi Kependidikan, Program Pascasarjana Universitas PGRI Adi Buana Surabaya.

TERSANGKA KPK DAN BUDAYA MALU



TERSANGKA KPK DAN BUDAYA MALU

Hari Karyono*)


Rabu (21/3) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan kepala daerah sebagai tersangka. Kali ini, Wali Kota Malang Mochamad Anton menyandang predikat tersangka. Selain Anton, ada pula calon wali kota Malang Yaqud Ananda yang turut jadi tersangka. Yaqud dan 17 anggota DPRD lainnya ikut disematkan predikat tersangka oleh KPK. Para tersangka diduga terlibat suap pembahasan APBD Perubahan Kota Malang tahun anggaran 2015.


Mass media kemarin dan hari ini, Kamis, 22 Maret 2018, memberitakan bahwa Walikota Malang Mochamad Anton dan rivalnya calon Walikota Malang yang maju dalam Pilkada Kota Malang, Yaqud Ananda serta 17 anggota DPRD jadi tersangka.
Lepas dari masalah politik. Sekali lagi, bahwa kasus ini memberikan edukasi yang kurang baik bagi masyarakat. Sebenarnya, setelah jadi tersangka, mereka yang masih menjabat (anggota DPRD), secara ikhlas harus mengundurkan diri. Sikap ini lebih elegan. Namun, kembali ke pribadi masing-masing. Oleh karena, untuk memperoleh jabatan tersebut dulunya diraih dengan kerja keras, menguras daya dan dana yang tidak sedikit. Sehingga, ada rasa tidak legowo meninggalkan jabatan tersebut, karena adanya insentif yang tidak sedikit.
Suatu analisis pengamat politik yang patut dicermati sebagai berikut ini.

MALANG LIFE, Kamis, 22 Maret 2018, SURYA
News Analysis.
Wawan Sobari.
Pengamat Politik UB.
KPK secara resmi menetapkan 19 tersangka baru dalam dugaan tindak kasus korupsi pembahasan APBD Perubahan 2015, Rabu sore (21/3). Dua diantaranya adalah calon Wali Kota Malang, Moch. Anton dan Yaqud Ananda Gudban. Terkait itu, pakar politik  dari Universitas Brawijaya (UB), Wawan Sobari menyatakan secara etika politik, idealnya calon wali kota yang dinyatakan sebagai tersangka mundur karena tidak layak jadi calon.

Menurut pengamat politik dari UB di atas (garis bawah dari penulis), sebaiknya calon Wali Kota Malang, baik petahana, Moch. Anton maupun Yaqud Ananda Gultom, secara etika politik, mereka harus “mundur karena tidak layak jadi calon”. Saran dari pengamat politik tersebut sebenarnya adalah wajar. Oleh karena dari sisi etika politik, mereka sudah tersangka dan diasumsikan kalau terbukti dalam persidangan. Tetapi mengingat dalam kasus yang terkait dengan “suap” ini, sudah ada korbannya yaitu mantan Ketua DPRD Kota Malang, M. Arief Wicaksono.
Secara koridor hukum, menurut Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Malang Ashari Husen kemarin (21/3) “Sebelum dijatuhi pidana berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, Pilwali 2018 tetap lanjut” (Jawa Pos, Radar Malang, Kamis Legi 22 Maret 2018). Dengan demikian tahapan Pilkada di Kota Malang, yang saat ini sedang dalam masa kampanye tetap berlanjut.
Fenomena perkembangan terakhir di atas, menunjukkan bahwa secara etika publik, sebenarnya mereka yang sudah tersangka oleh KPK, memang sebaiknya mundur secara jentelmen. Walaupun belum ada keputusan pengadilan.
Terlepas nanti secara yuridis formal ditetapkan bersalah dan menjadi penghuni hotel pordeo, dari sisi etika publik kasus ini memberikan contoh yang kurang baik bagi masyarakat. Tanpa menyalahkan pengaruh lingkungan, budaya dan terkooptasi masalah suap-menyuap, perilaku mereka sudah memberikan pembelajaran yang tidak mendidik. Seharusnya, sebagai publik figur, tokoh masyarakat (yang ditokohkan atau menokohkan diri) yang mempunyai jabatan publik (walikota/DPRD) mempunyai perilaku dan sikap yang seharusnya layak diteladani/jadi panutan.
Salah satu peristiwa yang menarik yang dapat dijadikan contoh adalah peristiwa tenggelamnya kapal feri Sewol yang mengakibatkan ratusan orang penumpangnya tewas. Karena kasus ini, maka Perdana Mentei Korea Selatan, Chung Hong-won, mengundurkan diri.

SEOUL, KOMPAS.com - Perdana Menteri Korea Selatan, Chung Hong-won, Minggu (27/4/2014), mengundurkan diri dari jabatannya terkait tragedi tenggelamnya kapal feri Sewol yang mengakibatkan ratusan orang penumpangnya tewas. "Saya meminta maaf karena tak mampu mencegah terjadinya kecelakaan ini dan tak mampu bertanggung jawab dengan layak sesudah tragedi ini terjadi," kata Hong-won.
"Saya yakin, sebagai perdana menteri, saya harus menanggung tanggung jawab ini dan mengundurkan diri," tambah dia.
Pemerintah Korea Selatan dan seluruh aparaturnya mendapat kritikan tajam terkait tragedi itu dan cara pemerintah menangani operasi penyelamatan korban.
"Sejak awal saya sudah berniat mengundurkan diri namun menangani situasi ini menjadi prioritas utama dan saya harus membantu sebelum mengundurkan diri," ujar dia.
"Namun, kini saya memutuskan untuk mundur agar diri saya tidak menjadi beban lagi untuk pemerintah," Hong-won menegaskan. Kapal feri Sewol yang berbobot 6.825 ton tenggelam pada 16 April lalu dalam perjalanan dari pulau wisata Jeju menuju kota Incheon, di sebelah barat Seoul. Sejauh ini, sebanyak 180 orang -sebagian besar pelajar yang melakukan kunjungan lapangan-dipastikan tewas dan 110 orang lainnya masih dinyatakan hilang.

Ini adalah contoh dari seorang pejabat publik yang jantan. Ia mengundurkan diri dari jabatan yang secara politis tertinggi di negara tersebut. Walaupun tidak korelasi yang signifikan antara kasus tersebut dengan jabatannya. Perdana Menteri tersebut memiliki “budaya malu”. Sehingga lebih baik mengundurkan diri dari jabatannya.
Dari sisi etika, sebagai seorang negawaran dan tokoh publik, sebaiknya mereka mempunyai “budaya malu”. Malu apabila melakukan kesalahan. Apalagi kesalahan tersebut sudah menjadi rahasia umum. Alih-alih mereka yang tersangka secara sukarela mengundurkan diri, tetapi tidak ada seorangpun yang menyatakan dan bersikap seperti itu. Mereka tidak malu untuk tetap menjabat dan memperoleh tunjangan sesuai dengan hak-nya, sementara jabatan mereka sudah diujung tanduk (mengingat sudah ada yang diputus bersalah dalam kasus ini, yaitu mantan Ketua DPRD Kota Malang).
Kembali kepada “budaya malu”. Bangsa Indonesia, sebagai bangsa Timur, budaya malu merupakan salah satu karakteristik. Berbeda dengan budaya Barat. Menurut tafsiran pencetus istilah tersebut, yakni Amerika Serikat (AS). Dalam tradisi mereka maka istilah moralitas, kebajikan, sistem nilai, dan etika, dari individu memberi makna yang terpisah dan budaya malu tidak ada dalam kamus Barat. Hal itu berbeda dengan pemahaman Bangsa Timur seperti Jepang, China, Korea, dan Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), termasuk Indonesia. Selama berabad-abad mengetengahkan bahwa budaya malu sudah mendasar. Dari budaya malu inilah lahir moral yang baik, interaksi yang serasi, etika yang mulia, dan tutur kata yang sopan sehingga pada akhirnya akan terbentuk sebuah komunitas yang harmonis.
Sementara itu, menurut para pengamat, budaya malu bagi masyarakat Indonesia sudah mulai luntur. Oknum yang kena OTT KPK dan mengenakan rompi oranye, masih senyum-senyum tanpa merasa bersalah. Sebenarnya mereka harus merasa malu. Dengan memakai rompi oranye, secara otomatis mereka sudah dijadikan tersangka. OTT sudah menjadi bukti otentik kalau perbuatan mereka yang melanggar hukum sudah ketangkap basah. Tinggal tunggu proses hukum di pengadilan saja, jika berkasnya sudah dinyatakan lengkap.
Permasalahannya, bagaimana kita kembali membudayakan “budaya malu”. Instrumen yang efektif adalah keluarga dan lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan sudah diberikan suatu rujukan berupa Grand Design Pendidikan Karakter. Yang terkatu adalah PPK (Penguatan Pendidikan Karakter). PPK adalah pintu gerbang utama untuk mewujudkan pendidikan budi pekerti. Menyemai “budaya malu” sangat urgen ditanamkan sejak usia dini. Sejak peserta didik mengenal lembaga pendidikan (sekolah). Sekolah dan keluarga bersinergi untuk membangun budaya malu melalui pembelajaran yang menyenangkan. Contoh-contoh riel di sekitar masyarakat dapat dijadikan kelengkapan pembelajaran dan penananam budaya malu.
*) Pengampu Matakuliah Etika Profesi Kependidikan, Dosen tetap pada Program Studi Teknologi Pendidikan, Program Pascasarjana, Universitas PGRI Adi Buana Surabaya.

Rabu, 21 Maret 2018

MEMILIH MODEL-MODEL PEMBELAJARAN YANG KREATIF DAN PROFESIONALISME



MEMILIH MODEL-MODEL PEMBELAJARAN
YANG KREATIF DAN PROFESIONALISME*)

Hari Karyono



Abstrak: paradigma baru pembelajaran berpusat pada peserta didik. Guru yang profesional wajib mengenal,  memahami dan mampu menerapkan model-model pembelajaran di kelas dalam kegiatan belajar mengajar. Disamping itu, guru harus pandai untuk memilih dan memilah model pembelajaran yang cocok sesuai dengan karakteristik siswa serta memperhatikan sumber daya yang ada di sekitar sekolah. Dalam  interaksi belajar mengajar peranan guru dapat disingkat sebagai: (1) informator, (2) organisator, (3) motivator, (4) pengarah/direktor, (5) inisiator, (6) transmitter, (7) mediator, dan (8) evaluator. Pada prinsipnya, tidak ada satupun model pembelajaran yang dipandang sempurna dan cocok dengan semua pokok bahasan yang ada dalam setiap mata pelajaran. Pertimbangan utama dalam memilih model pembelajaran adalah kese-suaian model pembelajaran tersebut dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai oleh siswa. Apabila terdapat beberapa jenis model pembelajaran yang sama-sama baik dan sesuai, maka prioritas kita adalah memilih jenis model pembelajaran yang murah, lebih praktis dan yang telah tersedia di sekitar kita. Menjadi guru kreatif, profesional, dan menyenangkan dituntut untuk memiliki kemampuan mengembangkan pendekatan dan memilih metode pembelajaran yang efektif. Hal ini penting terutama untuk menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif  dan menyenangkan serta memperoleh hasil belajar yang optimal.

 
 

 






 

 


Kata-kata kunci: memilih model pembelajaran kreatif, profesionalisme

            

A. Pendahuluan

Keberhasilan proses pembelajaran tidak terlepas dari kemampuan gu-ru mengembangkan model-model pembelajaran yang beroientasi pada pe-ningkatan intensitas keterlibatan siswa secara efektif di dalam proses pembe-lajaran. Pengembangan model pembelajaran yang tepat pada dasarnya ber-tujuan untuk menciptakan kondisi pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat belajar secara aktif dan menyenangkan, sehingga siswa dapat meraih hasil belajar dan prestasi yang optimal.(Aunurrahman, 2009).
--------------------

*) Dr. Hari Karyono, M.Pd, dosen tetap pada Program Studi Teknologi Pembelajaran, Progam Pascasarjana Universitas PGRI Adi Buana Surabaya dan dosen luar biasa pada Program Studi Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana, Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS).
 
 


Untuk dapat mengembangkan model pembelajaran yang efektif, maka setiap guru harus memiliki pengetahuan yang memadai berkenaan dengan konsep dan cara-cara pengimplementasian model-model tersebut dalam pro-ses pembelajaran. Model pembelajaran yang efektif memiliki keterkaitan de-ngan tingkat pemahaman guru terhadap perkembangan dan kondisi siswa-siswa di kelas. Demikian juga pentingnya pemahaman guru terhadap sarana dan fasilitas sekolah yang tersedia, kondisi kelas dan beberapa faktor lain yang terkait dengan pembelajaran. Tanpa pemahaman terhadap berbagai kondisi ini, model yang dikembangkan guru cenderung tidak dapat mening-katkan peran serta siswa secara optimal dalam pembelajaran, dan pada akhirnya tidak dapat memberi sumbanan yang besar terhadap pencapaian hasil belajar siswa.
Upaya meningkatkan mutu pembelajaran pada khususnya, diperlukan perubahan pola pikir yang digunakan sebagai landasan dalam pembelajaran. Degeng (2001) mengemukakan bahwa reformasi pendidikan harus dimulai dari bagaimana siswa belajar dan bagaimana guru mengajar, bukan semata-mata pada hasil belajar, tujuan yang penting dari pembelajaran adalah mengembangkan kemampuan mental yang memungkinkan seseorang dapat belajar.(http://gurupkn3smp.blogspot.com/2009/03/model-pembelajaran-kelompok, diakses tanggal 8 Oktober 2009).
Salah satu temuan penelitian Rofi’uddin (2009) menyatakan bahwa ke-mampuan berpikir dapat diajarkan dan dipercepat penguasaannya melalui model pendidikan berpikir terpadu. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahu-an, teknologi dan seni memberikan dampak terhadap pemutakhiran teknologi pembelajaran. Secanggih apapun teknologi pembelajaran, kehadiran guru di kelas mempunyai kontribusi yang sangat besar untuk mengoptimalkan hasil belajar siswa. Oleh karena itu, seorang guru harus dapat secara tepat memi-lih model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa dan muatan materi yang akan disampaikan. Guru yang profesional dapat menerapkan model pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan bagi peserta didik.  
Agar interaksi belajar mengajar dapat berjalan efektif dan efisien, maka perlu digunakan model pembelajaran yang tepat. Ketepatan yang di-maksud tergantung pada tujuan pembelajaran, pesan (isi) pembelajaran, dan karakteristik siswa yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran. Secara singkat kriteria penggunaan suatu model pembelajaran harus mengguakan tiga sudut tinjauan, yaitu: tinjauan psikologis, teknologis, dan empirik.     
Belajar merupakan suatu bagian dari sisi kehidupan manusia. Proses belajar melibatkan siapa yang diajar dan siapa pengajarnya, sedangkan apa yang kita harapkan adalah memperoleh sesuatu yang baru dan menarik. Se-suatu yang baru, orisinil dan unik dapat merupakan hasil kreatifitas. Oleh ka-rena itu dibutuhkan proses pembelajaran yang kreatif.

B. Guru yang Profesional
Seorang guru yang profesional dituntut untuk memiliki lima hal: (1) mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya, (2) menguasai secara mendalam bahan/mata pelajaran yang diajarkannya serta cara mengajarnya, (3) bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai cara evaluasi, (4) mampu berfikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari pengalamannya, (5) seyogyanya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya (Supriadi 1998).
Disisi lain, guru mempunyai peranan sebagai pusat dari kegiatan belajar mengajar dan merupakan faktor utama dalam proses belajar-mengajar, seperti dikemukakan oleh Caillods (2004:1)
“Teachers are at the heart of the teaching/learning. After many years of debate on the relative effect of schools and teachers on learning achievement, as compared to other socio-economic variables, it is now widely acknowledged that schools and, within schools, teachers can make a great difference on student achievement”.

Pendapat di atas menegaskan bahwa guru adalah jantung dari peng-ajaran atau kegiatan belajar mengajar. Oleh karena itu, agar guru dapat ber-peran secara optimal dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Agar dapat berperan secara maksimal dalam suatu kegiatan belajar mengajar, diperlu-kan sejumlah kompetensi. Menurut Syah (2004) ada sepuluh kompetensi dasar yang harus dimiliki guru dalam upaya peningkatan keberhasilan belajar mengajar, yaitu: (1) menguasai bahan, (2) mengelola program belajar meng-ajar, (3) mengelola kelas, (4) menggunakan media atau sumber belajar, (5) menguasai landasan-landasan kependidikan, (6) mengelola interaksi belajar mengajar, (7) menilai prestasi siswa untuk pendidikan dan pengajaran, (8) mengenal fungsi dan program pelayanan bimbingan dan penyuluhan, (9) mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah, dan (10) memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil-hasil pendidikan guna keperluan penga-jaran.
Guru sebagai tenaga profesional di bidang kependidikan, di samping memahami hal-hal yang bersifat filosofis dan konseptual, juga harus menge-tahui dan melaksanakan hal-hal yang bersifat teknis. Hal-hal yang bersifat teknis ini, terutama kegiatan mengelola interaksi belajar-mengajar. Di dalam kegiatan mengelola interaksi belajar mengajar, guru paling tidak harus memi-liki modal dasar, yaitu kemampuan mendesain program dan keterampilan mengkomunikasikan program itu kepada peserta didik. Dua modal dasar ini merupakan sebagian dari kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh seorang guru yang sering diperankan dalam kegiatan belajar mengajar.  
Di samping itu, dari berbagai pendapat para pakar di bidang pendidik-an peranan guru dapat disingkat sebagai: (1) informator, (2) organisator, (3) motivator, (4) pengarah/direktor, (5) inisiator, (6) transmitter, (7) mediator, dan (8) evaluator (Sardiman, 2007).   

C. Metode Pembelajaran
Variabel metode pembelajaran atau model pembelajaran diklasifikasi menjadi 3 jenis, yaitu: (1) strategi pengorganisasian (organizational strategy), (2) strategi penyampaian (delivery strategy), dan (3) strategi pengelolaan (management strategy).
Strategi pengorganisasian adalah metode untuk mengorganisasi isi mata pelajaran yang telah dipilih untuk pemebelajaran. “Mengorganisasi” mengacu pada suatu tindakan seperti pemilihan isi, penataan isi, pembuatan diagram, format, dan lainnya yang setingkat dengan itu.
Strategi penyampaian adalah metode untuk menyampaikan pembela-jaran kepada peserta didik dan/atau untuk menerima serta merespon masuk-an yang berasal dari peserta didik.
Strategi pengelolaan adalah metode untuk menata interaksi antara peserta didik dan variabel metode pembelajaran lainnya-variabel strategi pengorganisian dan penyampaian isi pembelajaran.

D. Kreatif dan PAIKEM
Kata “kreatif” dalam pembelajaran, merupakan salah satu kata dari PAKEM. PAKEM adalah singkatan dari pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Aktif dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran, guru harus menciptakan suasana sedemikian rupa, sehingga siswa aktif ber-tanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan. Belajar memang me-rupakan suatu proses aktif dari di pembelajar dalam membangun pengetahu-annya, bukan proses pasif yang hanya menerim kucuran ceramah guru ten-tang pengetahuan. Jika pembelajaran tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif, maka pembelajaran tersebut bertentangan de-ngan hakikat belajar.
Peran aktif dari siswa sangat penting dalam rangka pembentukan ge-nerasi yang kreatif, yang mampu menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain. Kreatif juga dimaksudkan agar guru menciptakan kegi-atan belajar yang beragam, sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampu-an siswa. Menyenangkan adalah suasana belajar-mengajar yang menye-nangkan, sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada be-lajar, sehingga waktu curah perhatiannya (“time on task”) tinggi. Menurut hasil penelitian, tingginya waktu curah perhatian terbukti meningkatkan hasil bela-jar. Keadaan aktif dan menyenangkan tidaklah cukup jika proses pembelajar-an tidak efektif, yaitu tidak menghasilkan apa yang harus dikuasai siswa sete-lah proses pembeljaran berlangsung, sebab pembelajaran memiliki sejumlah tujuan pembelajaran yang harus dicapai. Jika pembelajaran hanya aktif dan menyenangkan tetapi tidak efektif, maka pembelajaran tersebut tidak ubahnya seperti bermain saja.
Secara garis besar, PAKEM dapat digambarkan sebagai berikut:
-   Siswa terlibat dalam berbagai kegiatan yang mengembangkan pemahaman dan kemampuan mereka dengan penekanan pada belajar melalui berbuat.
-   Guru menggunakan berbagai alat bantu dan berbagai cara dalam mem-bangkitkan semangat, termasuk menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk menjadikan pembelajaran menarik, menyenangkan, dan co-cok bagi siswa.   
-   Guru mengatur kelas dengan memajang buku-buku dan bahan belajar yang lebih menarik dan menyediakan ‘pojok baca’.
-   Guru menerapkan cara mengajar yang lebih kooperatif dan interaktif, terma-suk cara belajar kelompok.
-   Guru mendorong siswa untuk menemukan caranya sendiri dalam pemecah-an satu masalah, untuk mengungkapkan gagasannya, dan melibatkan sis-wa dalam menciptakan lingkungan sekolahnya.(http://sekolahku.info/artikel/ mengenal-metode-pembelajaran-pakem, diakses tanggal 9 Oktober 2009).
Dalam perkembangannya, PAKEM ini disempurnakan menjadi PAIKEM yaitu pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenang-kan).  

E. Pertimbangan Guru Memilih dan Menentukan Model Pembelajaran
Sebelum memilih model pembelajaran yang akan digunakan oleh guru dalam pembelajaran di kelas, pertama-tama seorang guru harus mengenal terlebih dahulu jenis-jenis model pembelajaran. Baru kemudian dapat memi-lih model pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran serta ka-rakteristik siswa. Secara lebih khusus banyak para pakar pendidikan yang memberikan rambu-rambu beberapa pertimbangan dan cara memilih model pembelajaran. Seperti uraian singkat berikut ini.
Lieach & Scott (dalam Aunurrahman, 2009) mengingatkan beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih dan menentukan model pem-belajaran. Pertimbangan ini diarahkan kepada orientansi penekanan pada outcome, proces atau content. Beberapa pertimbangan tersebut antara lain:
1.  Bilamana guru memutuskan untuk mengarahkan proses pembelajaran pa-da outcome, maka guru harus merumuskan beberapa pertanyaan untuk dirinya sendiri tentang:
a.  Apa yang saya harapkan dari siswa-siswa pada akhir pembelajaran.
b. Jenis pengetahuan dan dorongan seperti apa yang saya harapkan da-pat dimiliki oleh siswa.
c.  Jenis keterampilan seperti apa yang saya harapkan dapat didemons-trasikan oleh para siswa.
d.  Sikap dan nilai-nilai apa yang seharusnya dimiliki oleh siswa.
e.  Mengapa saya mengharuskan siswa-siswa mempelajari hal itu.
f.  Pengetahuan, sikap dan keterampilan apa yang seharusnya penting dimiliki siswa yang harus saya ajarkan.
g.  Bagaimana cara saya mengetahui bahwa siswa dapat mengembang-kan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang saya harapkan.
2.  Bilamana guru memutuskan untuk menitikberatkan pada content pembela-jaran, maka guru harus merumuskan beberapa pertanyaan untuk dirinya sendiri tentang:
a. Apa yang materi esensial yang harus dimengerti oleh siswa untuk mendukung hasil belajar yang saya harapkan.
b.  Apa yang menjadi sumber-sumber belajar yang dapat dipergunakan untuk mendukung materi pembelajaran.
c.  Kemampuan berpikir siswa seperti apa yang perlu dinilai dan bagai-mana cara saya melakukan penilaiannya. Mengapa hal itu penting un-tuk dilakukan.
d.  Kekeliruan pemahaman dan miskonsepsi seperti apa yang umumnya terjadi dalam penyampaian materi yang dilakukan.
e. Bagaimana saya dapat meminimalisasi atau mengurangi kekeliruan pemahaman dan miskonsepsi pada siswa. 
3.  Bilamana guru memutuskan untuk menitikberatkan pada proses pembela-jaran, maka guru harus merumuskan beberapa pertanyaan untuk dirinya sendiri tentang:
a.  Bagaimana strategi yang harus dilakukan agar para siswa dapat lebih mudah memahami melalui pembelajaran yang dilakukan.
b.  Bagaimana siswa dapat mengembangkan keterampilan-keterampilan-nya.
c.   Bagaimana siswa dapat mengembangkan sikap dan nilai.
d.  Bagaimana struktur pengorganisasian kelas yang harus dikembang-kan untuk mendukung terjadinya proses pembelajaran yang efektif.
e.  Apa saja jenis atau bentuk strategi pembelajaran yang menjadi pene-kanan jika dikaitkan dengan jenis sikap, keterampilan dan pengetahu-an yang dikembangkan melalui proses pembelajaran yang dilakukan.
f.   Bagaimana merancang dan mengorganisasi materi pelajaran agar sis-wa mudah mempelajarinya.
g.  Apakah siswa memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap yang di-perlukan untuk mendukung strategi pembelajaran yang dikembang-kan.
h.   Seberapa banyak waktu, ruang dan sumber-sumber belajar yang dimi-liki, sehingga dapat mendukung strategi pembelajaran yang dipergu-nakan.
i.   Apakah strategi pemotivasian dapat dipergunakan untuk memperce-pat tumbuhnya rasa percaya diri para siswa.
j.   Bagaimana cara mengetahui bahwa pembelajaran yang dilaksanakan telah dapat dilaksanakan secara optimal seperti yang direncanakan.  
Pada prinsipnya, tidak ada satupun model pembelajaran yang dipan-dang sempurna dan cocok dengan semua pokok bahasan yang ada dalam setiap mata pelajaran.Oleh karena setiap metode pembelajaran pasti memi-liki kelebihan dan kelemahannya masing-masing. Oleh karena itu, guru tidak boleh sembarangan memilih serta menggunakan model pembelajaran. Ada faktor-faktor yang dijadikan bahan pertimbangan pemilihan suatu model pem-belajaran.
Beberapa faktor lainnya yang mempengaruhi pemilihan dan penentuan model pembelajaran antara lain: (1) tujuan yang hendak dicapai, (2) materi pelajaran, (3) peserta didik, (4) situasi, (5) fasilitas, dan (6) guru.
Menjadi guru kreatif, profesional, dan menyenangkan dituntut untuk memiliki kemampuan mengembangkan pendekatan dan memilih metode pembelajaran yang efektif. Hal ini penting terutama untuk menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif  dan menyenangkan. Cara guru melakukan sua-tu kegiatan pembelajaran mungkin memerlukan pendekatan dan metode yang berbea dengan pembelajaran lainnya.    
Sementara itu, menurut Mulyasa (2005) ada lima pendekatan pembe-lajaran yang perlu dipahami guru untuk dapat mengajar dengan baik, yaitu pendekatan kompetensi, pendekatan keterampilan proses, pendekatan ling-kungan, pendekatan kontekstual, dan pendekatan tematik.   

F. Strategi Pengajaran Kreatif
Horng, dkk. (2005) mengemukakan berbagai strategi pengajaran krea-tif yang telah terbukti berhasil meningkatkan kreatifitas para siswa. Strategi-strategi tersebut sebaiknya diterapkan sebagai aktivitas yang terintegrasi.
Strategi pertama, adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa (student-centered learning). Guru menurut strategi ini berperan sebagai fasi-litator yang mendorong para siswa untuk melakukan refleksi diri, diskusi ke-lomok, bermain peran, melakukan presentasi secara dramatikal, dan berba-gai aktivitas kelompok lainnya. Guru juga berperan sebagai teman belajar, inspirator, navigator, dan orang yang berbagi pengalaman. Para siswa diberi kebebasan untuk memilih perspektif yang akan mereka gunakan untuk mem-pelajari suatu topik. Berbagai metode tersebut akan membuat para siswa ber-ubah dari pendengar pasif menjadi observer, mampu menunjukkan kemam-puannya, dan co-leaner. Guru hendaknya juga memberikan kesempatan ke-pada para siswa untuk memilih topik dalam berbagai tugas proyek atau ke-lompok. Melalui metode ini, kreatifitas ditimbulkan untuk mengeksplorasi ber-bagai ide yang dipandang menarik oleh siswa. Collinds & Amabile (dalam Horng, dkk., 2005) menyatakan bahwa motivasi instrinsik dan kreatifitas se-seorang sisa dapat ditingkatkan jika guru mampu mendorong para siswa un-tuk mendiskusikan proses pembelajaran mereka yang secara intrinsik menye-nangkan dan menggairahkan.     
Strategi kedua, adalah pengguaan berbagai peralatan bantu dalam pengajaran (multi-teaching aids assistance). Guru yang kreatif dan banyak akal menggunakan berbagai peralatan dalam mengajar, seperti penghancur kertas, kotak mainan, palu, naskah tulisan para sisa, power-point, komputer, dan peralatan multimedia untuk menggairahkan para siswa dalam berfikir, memperluas sudut pandangnya, dan memicu diskusi yang lebih mendalam. Tan (dalam Horng, dkk., 2005) mengemukakan bahwa video terbukti efektif untuk meningkatkan kreatifitas para siswa. Storm & Storm (dalam Horng, dkk., 2005) juga menyatakan bahwa pelajaran yang difasilitasi oleh penggu-naan video akan menjadi lebih atraktif, menarik, dan lebih mudah diingat oleh para siswa. Mata pelajaran juga akan lebih atraktif dan menstimulasi pada saat menggunakan komputer, transparansi, slide show, dan berbagai pera-latan multimedia lainnya. Selain itu, kekahlian penggunaan komputer meru-pakan prasyarat bagi guru yang kreatif dan akses terhadap sumber-sumber pendidikan yang berlimpah di internet.
Strategi ketiga, adalah strategi manajemen kelas (class management strategies). Strategi ini mencakup pembuatan iklim interaksi antara guru dan siswa yang bersabahat dan memperlakukan siswa dengan menghormati ber-bagai kebutuhan dan individualitasnya. Guru diharapkan mampu berbicara dengan nada dan bahasa tubuh yang ramah (gentle) kepada para siswanya. Guru diharapkan juga tidak menginterupsi atau menghakimi secara tergesa-gesa pada saat para siswa mengekspresikan ide-idenya. Guru diharapkan mampu memberikan bimbingan, pertanyaan terbuka yang lebih banyak, atau menyampaikan pengalaman pribadinya sebagai referensi. Humor yang digu-nakan guru di dalam kelas dapat menjadi jembatan penghubung antara guru dan siswa, serta menyediakan lingkungan belajar yang santai.  
Strategi keempat, untuk meningkatkan kreatifitas para siswa adalah dengan menghubungkan isi pengajaran dengan konteks kehidupan nyata. Esquivel (dalam Horng, dkk., 2005) mengemukakan bahwa para siswa me-nyukai pelajaran yang berhubungan dengan berbagai peristiwa kehidupan nyata. Guru yang mampu memberikan pelajaran sesuai dengan konteks nya-ta kehidupan berarti telah membagikan pengalamannya kepada para siswa. Hal ini akan menjadi pemicu bagi para siswa untuk memberikan respon, ber-diskusi, dan berfikir dalam tingkat tinggi.
Strategi kelima, adalah menggunakan pertanyaan terbuka dan mendo-rong para siswa untuk berpikir kreatif (open questions and a encouragement of creative thinking). Pertanyaan-pertanyaan terbuka akan menggerakkan pa-ra siswa untuk berpikir kreatif juga selalu mendorong siswanya untuk membu-at dan berimajinasi dalam diskusi kelompok. Berbagai temuan penelitian (Horng, dkk., 2005) menunjukkan bahwa pernyataan terbuka merupakan ka-rakteristik dari guru yang kreatif. Guru yang kreatif juga selalu mendorong siswanya untuk membuat dan berimajinasi dalam diskusi kelompok. Berbagai hasil penelitian (dalam Horng, dkk., 2005) menunjukkan bahwa para guru da-pat memberikan pengaruh yang lebih positif dengan mendorong para siswa agar “menjadi kreatif”.
Csikszentmihalyi (dalam Sternberg, 1999) menyatakan bahwa komuni-taslah yang membuat kreatifitas seseorang dapat muncul. Pendapat tersebut seharusnya membuat para guru menjadi lebih optimis dalam menerapkan strategi pengajaran kreatif dan mendesain lingkungan pembelajaran yang mendukung kreatifitas, sehingga kreatifitas para siswa menjadi meningkat.

G. Simpulan
            Pendidikan yang saat ini dilaksanakan di Indonesia cenderung lebih mengutamakan pengembangan kemampuan kognitif pada semua pada jen-jang pendidikan. Hal ini membuat para peserta didik sering mengalami kegagapan saat harus menyelesaikan masalah-masalah yang riel di lapangan. Kenyataannya adalah tidak semua masalah dapat diselesaikan secara efektif dengan menggunakan kemampuan kognitif saja. Oleh karena itu dalam interaksi belajar mengajar, perlu dipilih model pembelajaran yang kreatif.
Pada prinsipnya, tidak ada satupun model pembelajaran yang dipan-dang sempurna dan cocok dengan semua pokok bahasan yang ada dalam setiap mata pelajaran. 
Pertimbangan utama dalam memilih model pembelajaran adalah kese-suaian model pembelajaran tersebut dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai oleh siswa. Apabila terdapat beberapa jenis model pembelajaran yang sama-sama baik dan sesuai, maka prioritas kita adalah memilih jenis model pembelajaran yang murah, lebih praktis dan yang telah tersedia di sekitar kita.
Menjadi guru kreatif, profesional, dan menyenangkan dituntut untuk memiliki kemampuan mengembangkan pendekatan dan memilih metode pembelajaran yang efektif. Hal ini penting terutama untuk menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif  dan menyenangkan. Dalam memilih model pembelajaran, guru sebaiknya menyesuaikan dengan karakteristik siswa, isi materi pembelajaran dan tujuan pembelajaran.

REFORMASI PENDIDIKAN: UPAYA MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN

REFORMASI PENDIDIKAN: Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan Hari Karyono*) Memperhatikan potret pendidikan nasional saat ini. Da...