SUPERVISI PENGAJARAN
DI SEKOLAH DASAR
Hari Karyono*)
Dosen
Pascasarjana Universitas PGRI Adi Buana Surabaya
The purpose of
this research is to describe the intructional supervision program toward the
elementary school teachers. The type of this research is qualitative research
with the design of multi case study data were collected from the Principals and
teachers of four elementary schools. The research findings shows that the
Principals implement the instructional supervision by class visiting, teaching
learning process monitoring, teachers meetings, both individual and group
establishment, professional readings, advanced study, participating teachers to
teachers’ work group, workshop/seminar, sharing and discussion among teachers,
teachers and principals, teachers with superintendent. The impacts of
instructional supervision are the lack of training and welfare of the teachers.
Based on the research findings, it is suggested for the Principals that in
implementing the instructional supervision are expected to apply the problem
solving.
Kata
kunci: supervisi pengajaran, kepala sekolah, sekolah dasar.
Penyelenggaraan
pendidikan nasional merupakan realisasi dari amanat Pembukaan UUD 1945 yaitu
mencerdaskan kehidupan bangsa. Pasal 31 ayat (1) Setiap warga negara berhak
mendapat pendidikan, (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar
dan pemerintah wajib membiayainya, (3) Pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang mening-katkan keamanan
dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
yang diatur dengan undang-undang, (4) Negara memprioritaskan anggaran
pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan
belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi
kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional, dan (5) Pemerintah memajukan
ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan
persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia. Pernyataan
ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan nasional
bagi
seluruh
bangsa Indonesia.
------------------
*) Dr. Hari Karyono, M.Pd, adalah dosen Program
Studi Teknologi Pembelajaran, Pascasarjana Universitas PGRI Adi Buana Surabaya,
alumnus Program Studi Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana, Universitas
Negeri Malang (UM)
Disamping itu, dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional ditegaskan bahwa jalur pendidikan terdiri
atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi
dan memperkaya (Pasal 13 ayat 1). Jenjang pendidikan formal terdiri atas
pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pada bagian kedua
tentang pendidikan dasar, dijelaskan bahwa pendidikan dasar merupakan jenjang
pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.
Sebagai salah satu jenjang
pendidikan, keberadaan pendidikan dasar merupakan landasan dari semua jenjang
persekolahan dan pendidikan selanjutnya. Menurut Sidi (2001) pendidikan dasar
mempunyai beberapa tujuan, yang mungkin berbeda antara satu negara dengan
negara lainnya. Walaupun demikian, ada beberapa tujuan pokok pendidikan dasar
pada semua situasi, yaitu mempersiapkan anak didik menjadi: (1) orang yang
bermoral, (2) seorang warga negara, dan (3) orang dewasa yang mampu memperoleh
pekerjaan dengan cara memberikan keterampilan dasar yang umum bagi semua
pekerjaan di dalam suatu masyarakat kepada anak didik (Sidi, 2001).
Secara lebih khusus pentingnya
sekolah dasar adalah untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam hal dasar-dasar
pengetahuan IPA, matematika, bahasa, kesenian dan ilmu pengetahuan sosial. Hal
ini seperti dikemukakan oleh Collier, Houston, Schmatz & Walsh (1971) elementary schools must concern themselves
with the important objectives of helping youngsters develop a valid foundation
in such fundamental and important areas as science, mathematics, reading,
language, fine arts, and social science.
Menurut Danim (2003) persoalan utama
pengelolaan SD saat ini tidak terletak pada efisiensinya, akan tetapi juga
masalah mutu, akses, dan peluang pengembangan. Kajian Danim (2003) lebih
lanjut, mengemukakan lemahnya efisiensi SD, umumnya, dan rendahnya hasil
belajar murid SD, khususnya, disebabkan oleh beberapa faktor. Hasil studi
antara tahun 1960-an sampai dengan tahun 1990-an yang dilakukan oleh beberapa
ahli menemukan beberapa kesimpulan. Pertama,
di Negara-negara maju, prestasi akademis lebih banyak diterangkan oleh faktor-faktor
luar sekolah (SES, aspirasi keluarga, interaksi anak orang tua) dibandingkan
dengan faktor sekolah itu sendiri. Kedua,
di negara-negara sedang berkembang atau belum berkembang, prestasi belajar
akademis lebih banyak diterangkan oleh faktor-faktor sekolah (guru, buku paket,
alat belajar, manajemen sekolah, dan sebagainya) daripada oleh faktor luar
sekolah.
Dari berbagai indikator yang diungkapkan tersebut, yang
menjadi penyebab rendahnya mutu pendidikan ditinjau dari aspek manajemen
pendidikan dapat dikelompokkan ke dalam tiga faktor, yaitu: (a) faktor
instrumental sistem pendidikan, (b) faktor sistem manajemen pendidikan,
termasuk di dalamnya sistem pembinaan profesional guru, dan (c) faktor
substansi manajemen pendidikan (Mantja, 1993; 1996; 1998). Sedangkan Mataheru
(1988) menekankan bahwa salah satu faktor yang perlu diperhatikan di sekolah
dalam meningkatkan mutu tersebut adalah peningkatan performansi tenaga pendidik
atau kemampuan profesional guru.
Paradigma peningkatan tenaga pendidik pada saat ini
memberikan wacana baru dalam implementadi kebijakan pemerintah melalui
Departemen Pendidikan Nasional. Saah satu upaya untuk memberikan tolok ukur
mutu tenaga pendidik adaah dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Produk kebijakan lainnya, yang
secara khusus mengkaji mengenai tenaga pendidik dan telah disosialisasikan di
berbagai instansi yang relevan adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Dalam undang-undang ini secara lebih lengkap
dirumuskan mengenai prinsip profesionalisme, guru dan dosen. Hal-hal yang
berkaitan dengan profesi guru, khususnya dalam hubungannya dengan kompetensi
guru, dalam Bab IV Guru, Bagian Kesatu: kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi
dirumuskan sebagai berikut ini.
Tentang kualifikasi guru, dalam UU
No. 14 Tahun 2005 ini dirumuskan dalam Pasal 8 yang menegaskan bahwa guru wajib
memiliki kualifikasi akademik, kompetensi sertifikat pendidik, sehat jasmani
dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional. Sedangkan
yang dimaksud dengan kualifikasi akademik tersebut di jelaskan dalam Pasal 9
yang menjelaskan bahawa kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat.
Adapun yang dimaksud dengan kompetensi guru dijelaskan dalam Pasal 10 ayat (1)
yaitu bahwa kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi
profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Selanjutnya sertifikat
pendidik sebagai-mana yang dimaksud dalam Pasal 8 diberikan kepada guru yang
telah memenuhi persyaratan.
Apabila dikaji dari kedua produk kebijakan di atas, yaitu PP
No. 19 Tahun 2005 dan UU No. 14 Tahun 2005 Guru dan Dosen, terdapat persamaan
dalam merumuskan kompetensi guru yang dipersyaratkan. Kompetensi guru yang dipersyaratkan adalah
(a) kompetensi pedagogik; (b) kompetensi kepribadian; (c) kompetensi
profesional; dan (d) kompetensi sosial. Perangkat kompetensi bagi guru ini
dirumuskan dalam PP No. 19 Tahun 2005 dan UU No. 114 Tahun 2005.
Diskusi tentang rincian kualifikasi tenaga pendidikan, dalam
hal ini guru di sekolah, juga menarik para pakar pendidikan. Salah satu pakar
pendidikan, Danim (2003) mengemukakan bahwa kualifikasi yang dimiliki oleh
tenaga pendidikan dapat dikelompokkan ke dalam empat jenis, yaitu: (1) fisik,
(2) pribadi, (3) profesional, dan (4) sosial. Kualifikasi yang pertama
berkaitan dengan aspek-aspek kesehatan fisik, ciri-ciri khusus fisik, dan daya
dukung kemampuan verbal. Kualifikasi kedua, berka-itan dengan aspek-aspek
kepribadian tenaga pengajar, seperti keimanan, kepribadian sebagai insan Pancasilais,
dan normal secara kejiwaan. Kualifikasi ketiga, berkenaan dengan tugas-tugas
teknis pengajaran dan penguasaan materi bahan ajar dengan segala perangkat
pendukungnya yang terkait langsung, serta kemampuannya mencip-takan kondisi
anak didik menjadi masyarakat belajar (learning society) yang kian
dirasakan mendesak pada era globalisasi ekonomi dan informasi. Selanjutnya,
kualifikasi keempat berkaitan dengan fungsi tenaga pendidikan sebagai bagian
integral dari anggota masyarakat Indonesia yang Pancasilais.
Wacana masyarakat belajar (learning society) sebagaimana
yang dikemukakan Danim di atas, sesuai dengan visi Depdiknas yang lebih
menekankan pada pendidikan transformatif, yang menjadikan lembaga pendidikan
sebagai motor penggerak perubahan
dari masyarakat tradisional ke masyarakat maju. Masyarakat maju selalu diikuti
oleh proses transformasi struktural, yang menandai suatu perubahan dari
masyarakat yang bertumpu pada pertanian menuju masyarakat berbasis industri. Bahkan di era
global sekarang, transformasi itu berjalan dengan sangat cepat yang kemudian
mengantarkan pada masyarakat berpengetahuan (knowledge society). Di
dalam masyarakat berpengetahuan, peranan ilmu pengetahuan dan penggunaan Information
and Communication Technology (ICT) sangat dominan (Depdiknas, 2005).
Walaupun demikian, masyarakat Indonesia
yang sebagian besar masih berciri agraris belum sepenuhnya mampu memanfaatkan
iptek yang mengalami perkembangan pesat
dan menjadi penggerak utama (prime mover) perubahan masyarakat.
Delors
(1999) dalam laporannya mengemukakan pentingnya peranan guru sebagai agen
perubahan, mengembangkan pengertian dan toleransi belum pernah sejelas sekarang
ini. Selanjutnya, Delors mengemukakan bahwa kelihatannya peranan guru ini akan
lebih penting lagi di dalam abad XXI. seperti Kelompok Kerja Guru (KKG),
Kelompok Kerja Kepala Sekolah (KKKS) dan kelompok Kerja Penilik Sekolah (KKPS).
Peningkatan dan pengembangan kemampauan profesional tersebut meliputi berbagai
aspek antara lain kemampuan guru dalam menguasai kurikulum dan materi
pengajaran, kemampuan dalam menggunakan metode dan sarana dalam proses
belajar-mengajar, melaksanakan penilaian proses dan hasil belajar, dan
kemampuan memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar, disiplin dan komitmen
guru terhadap tugas.
Untuk meningkatkan profesionalisme guru, media yang dianggap
paling relevan adalah melalui supervisi pengajaran. Karena supervisi adalah
pembinaan yang diberikan kepada seluruh staf sekolah agar mereka dapat
meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan situasi belajar mengajar yang lebih
baik (Depdikbud, 1976). Dalam Pedoman Buku III D Administrasi dan Supervisi dijelaskan
bahwa usaha meningkatkan mutu pendididikan dan pengajaran sebagian besar
terletak pada kegiatan guru dalam mendorong murid-murid kearah tercapainya
tujuan pendidikan. Agar tugas mendidik dan mengajar dapat ditingkatkan, maka
guru perlu mendapat pembinaan (supervisi) secara teratur dan berencana. Untuk
itu para Kepala Sekolah perlu memiliki pengetahuan tentang pengertian, tujuan,
fungsi dan teknik supervisi disertai petunjuk pelaksanaan secara
sederhana.
Sebagai upaya membantu guru dalam memperbaiki proses belajar
mengajar, maka seharusnya supervisi dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip,
teknik dan pendekatan yang tepat. Dengan pendekatan yang tepat, diharapkan
kemampuan profesional guru dapat ditingkatkan. Sedangkan guru yang profesional
adalah guru yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut (1) memiliki suatu
keahlian khusus, (2) merupakan suatu panggilan hidup, (3) memiliki teori-teori
yang baku secara universal, (4) mengabdikan diri untuk masyarakat dan bukan
untuk diri sendiri, (5) dilengkapi dengan kecakapan diagnostik dan kompetensi
yang aplikatif, (6) memiliki otonomi dalam melaksanakan pekerjaannya, (7)
mempunyai kode etik, (8) mempunyai klien yang jelas, (9) mempunyai organisasi
profesi yang kuat, dan (10) mempunyai hubungan dengan profesi pada
bidang-bidang yang lain.
Sementara itu mengenai pendekatan supervisi, Glickman (1981)
membagi orientasi supervisi pendidikan menjadi tiga, berdasarkan kemampuan
guru, yaitu (1) direktif, (2) nondirektif, dan (3) kolaboratif. Pertama, orientasi direktif diterapkan
manakala supervisor menemukan guru yang dalam mengembangkan dirinya sendiri
sangat rendah, sehingga Pembina harus banyak memberikan petunjuk dengan contoh-
contoh kongkrit disertai tugas-tugas. Kedua,
orientasi nondirektif digunakan apabila tanggung jawab guru dalam mengembangkan
dan membina dirinya sendiri tinggi. Ketiga,
orientasi kolaboratif digunakan apabila tanggung jawab antara guru dengan
supervisor seimbang. Pembina bersama-sama saling memberi dan saling
meminta melalui diskusi, sehingga
diperoleh kesepakatan.
Sedangkan Oliva (1984) membagi orientasi supervisi menjadi
dua, yaitu: (1) orientasi langsung, dan (2) tidak langsung. Orientasi langsung
didasarkan pada asumsi bahwa pengawasan dilakukan atas dasar kewenangan
seseorang yang memiliki posisi dalam hierarki organisasi. Sedangkan orientasi
tidak langsung didasarkan pada asumsi bahwa pengawasan terhadap situasi tergantung
pada tuntutan pada masalah.
Dalam praktiknya supervisi pengajaran yang dilaksanakan
selama ini masih cenderung berorientasi pada administratif saja. Fenomena ini
dikaji secara khusus dalam Konferensi Pendidikan di Indonesia: Mengatasi Krisis
Menuju Pembaruan, yang diikuti para pakar yang kompeten. Salah satu
rekomendasri dari konferensi ini, khususnya yang berkaitan langsung dengan
masalah supervisi dikemukakan bahwa fungsi-fungsi pengawasan pada semua jenjang
pendidikan dioptimalkan seba-gai sarana untuk memacu mutu pendidikan.
Pengawasan dimaksud dengan mengutamakan aspek-aspek akademik daripada
administratif sebagaimana berlaku selama ini (Jalal & Supriadi, 2001).
Keefektifan penerapan
orientasi dan pendekatan supervisi di atas, tidak hanya tergangtung pada
supervisor saja, melainkan juga sangat dipengaruhi oleh persepsi, respon, dan
sikap guru terhadap orientasi dan supervisi yang dilakukan oleh supervisor.
Penelitian mengenai sikap guru terhadap supervisi dikemukakan oleh Ekosusilo
(2003) bahwa guru tidak terlalu positif terhadap supervisi yang dilakukan
supervisor. Selanjutnya dikemukakan oleh Ekosusilo dalam simpulan penelitiannya
bahwa supervisi yang dilakukan supervisor dianggap biasa-biasa saja dan monoton
itu-itu saja, bahkan nampak diacuhkan. Namun guru tidak menampakkan
ketidak-setujuannya di hadapan supervisor, karena dilandasi rasa hormat
sekaligus tidak ingin menimbulkan konflik. Penelitian yang dilakukan Mantja
(1990) juga menyimpulkan bahwa respon dan sikap guru terhadap supervisi
ditentukan oleh kemanfaatan, data pengamatan yang obyektif, kesempatan
menanggapi balikan, perhatian supervisor terhadap gagasan guru. Supervisi yang
teratur dan hubungan yang diciptakan dapat mengurangi ketegangan emosional
guru. Guru lebih menyukai pendekatan supervisi kolaboratif atau non direktif.
Dari studi pendahuluan yang peneliti laksanakan, terungkap
bahwa masalah peningkatan profesionalisme guru merupakan masalah yang
mendapatkan perhatian dari masing-masing kepala sekolah di empat SD tersebut. Demikian
juga model pendekatan yang dilakukan oleh keempat kepala sekolah di situs yang
berbeda tersebut, walaupun secara teoritis sama, namun pendekatan masing-masing
kepala sekolah berbeda.
Tujuan penelitian ini adalah: (1) mendeskripsikan program supervisi pengajaran
yang disusun oleh Kepala Sekolah terhadap para guru sekolah dasar dalam rangka
meningkatkan profesionalisme guru, (2) menjelaskan
prosedur supervisi pengajaran yang diterapkan oleh Kepala Sekolah terhadap para
guru sekolah dasar dalam rangka meningkatkan profesionalisme guru, (3) mengidentifikasi teknik-teknik supervisi
pengajaran oleh Kepala Sekolah terhadap para guru sekolah dasar dalam rangka
meningkatkan profesionalisme guru, (4) mendeskripsikan pola pendekatan
supervisi pengajaran yang digunakan oleh Kepala Sekolah terhadap para guru di
sekolah dasar dalam rangka meningkatkan profesionalisme guru, (5) menjelaskan respon dan sikap guru sekolah
dasar terhadap pelaksanaan supervisi pengajaran yang dilakukan oleh Kepala
Sekolah dalam rangka meningkatkan profesionalisme guru, (6) menemukan kendala-kendala yang dihadapi
Kepala Sekolah dalam melaksanakan supervisi pengajaran terhadap para guru pada
empat sekolah dasar dalam rangka meningkatkan profesionalisme guru, dan (7) mendeskripsikan upaya-upaya yang dilakukan
oleh Kepala Sekolah dalam melaksanakan supervisi pengajaran di sekolah dasar
dalam rangka meningkatkan profesionalisme guru.
METODE
Penelitian
ini menggunakan rancangan studi multi kasus (multi-case
studies) dengan metode komparatif konstan (the constant comparative method). Tujuan analisis komparatif
tersebut untuk merumuskan konsep atau teori yang disintesiskan pada tataran
generalitas yang berbeda-beda (Glaser & Strauss, 1980). Lokasi penelitian di SD Laboratorium Sumber Ilmu, SDN Sekar Arum
I, SDK Sang Surya, dan SDN Madukoro VI Malang. Informan dalam penelitian ini
adalah para Kepala Sekolah dan Guru. Teknik pengumpulan data menggunakan (1)
wawancara mendalam, (2) observasi partisipan, dan (3) studi dokumentasi.
Analisis data dilakukan dua tahap, yaitu
(1) analisis data kasus individu, dan (2) analisis data lintas kasus.
Pengecekan keabsahan data melalui derajat kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability),
ketergantungan (dependability), dan
kepastian (confirmability). Analisis dilakukan untuk menemukan makna atau hakikat
yang mendasari pernyataan-pernyataan yang ditemukan (Williams, 1986). Sedangkan
makna yang ditemukan didasarkan atas interpretasi data terhadap pernyataan
informan, selanjutnya diformulasikan dalam bentuk tema. Tema adalah konsep
teori yang ditampilkan oleh data yang ditemukan dalam penelitian.(Bogdan &
Biklen, 1998).
HASIL
1.
Program Supervisi Pengajaran
Program supervisi pengajaran disusun pada awal tahun pelajaran sebelum
kegiatan belajar mengajar dimulai, dengan memasukkan program tersebut dalam
Program Kerja atau RAPBS sebagai acuan Kepala Sekolah untuk melaksanakan
kegiatan supervisi pengajaran terhadap para guru di sekolah: (1) program
supervisi pengajaran yang disusun oleh Kepala Sekolah bersifat komprehensif dan
diarahkan untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalisme guru di sekolah;
(2) program supervisi pengajaran yang disusun oleh Kepala Sekolah
terdiri dari : program semester, dan program bulanan sekaligus juga disusun
jadwal supervisi pengajaran yang
dilaksanakan pada saat melakukan kunjungan kelas; (3) pelaksanaan supervisi
pengajaran oleh Kepala Sekolah terhadap para guru di sekolah dilakukan secara
periodik sesuai dengan jadwal supervisi pengajaran yang telah disusun oleh
Kepala Sekolah pada tahun ajaran baru; (4) pelaksasaan supervisi
pengajaran yang diterapkan oleh Kepala Sekolah diterapkan langkah-langkah
sebagai berikut : (a) koordinasi,
(b) menjadwal, (c) supervisi, dan (d) tindak lanjut, (5) Kepala Sekolah menggunakan sebagai instrumen dalam
pelaksanaan kunjungan kelas sesuai jadwal yang telah disusun, Kepala Sekolah
menggunakan lembar observasi monitoring tugas untuk memonitoring kelengkapan
administrasi guru dan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru di
kelas.
2. Prosedur Supervisi Pengajaran
Prosedur supervisi pengajaran yang dilaksanakan oleh Kepala Sekolah adalah
menyusun program supervisi pengajaran, menerima masukan dari orang tua dan guru
pada saat melaksanakan kunjungan kelas, kemudian ditindak lanjuti dengan
mengadakan pertemuan baik individual maupun kelompok dalam rapat dewan guru:
(1) Kepala Sekolah
menyusun jadwal program supervisi kunjungan kelas bersama-sama dengan para guru;
(2) Kepala Sekolah melaksanakan supervisi kunjungan kelas berdasarkan
jadwal yang telah disusun; (3) apabila dipandang perlu Kepala Sekolah memanggil
guru ke ruang Kepala Sekolah untuk melakukan pembinaan secara individual guna
memberitahukan kekurangan guru yang bersangkutan tentang proses belajar
mengajar serta perbaikan yang perlu dilakukan berdasarkan kunjungan kelas
Kepala Sekolah; (4) dalam setiap kunjungan kelas Kepala Sekolah menggunakan
lembar obvservasi serta membuat catatan tertulis untuk disampaikan kepada guru
yang bersangkutan; (5) pembinaan yang dilakukan oleh Kepala Sekolah
bersifat individual (perorangan) secara kekeluargaan maupun secara kelompok
dalam rapat dewan guru; (6) Kepala Sekolah mengadakan evaluasi hasil
supervisi pengajaran secara keseluruhan pada rapat dewan guru yang dijadwal
pada setiap minggu/bulan sesuai dengan kebiasaan atau jadwal yang diprogram
oleh sekolah masing-masing; (7) prosedur supervisi pengajaran yang
dilaksanakan oleh Kepala Sekolah melalui pentahapan sebagai berikut : kunjungan
kelas, pengamatan, permasalahan, identifikasi permasalahan, klarifikasi dan
solusi.
3. Teknik-Teknik Supervisi Pengajaran
Teknik-teknik supervisi pengajaran yang dilaksanakan oleh Kepala Sekolah
antara lain meliputi: pemeriksaan administrasi guru, kunjungan kelas, rapat
dewan guru secara rutin, menyediakan bacaan profesional, mengirim guru dalam
pendidikan dan pelatihan, penatyaran, seminar, KKG, wawancara pribadi serta
menganjurkan untuk studi lanjut bagi yang belum menempuh pendidikan S1: (1) pemeriksaan administrasi guru yang dilaksanakan
oleh Kepala Sekolah antara lain meliputi: (a) khusus jurnal
tiap minggu, (b) silabus, (c) data rekap
nilai tiap Mid dan Semester dan absensi, (d) agenda tiap minggu (murid) untuk
mengetahui program mengajar tiap hari dan volume PR/tugas di luar sekolah), (e)
analisis hasil penilaian (tiap ulangan), (f) program perbaikan-pengayaan, (g)
program semester, dan (h) program ulangan semester; (2) apabila Kepala Sekolah melakukan kunjungan kelas, maka Kepala Sekolah
duduk di bangku paling belakang dan mengamati proses belajar mengajar yang
dilaksanakan oleh guru dengan menggunakan lembar observasi kelas/angket, dari
pengamatan yang dilakukan akan dapat diidentifikasi kekurangan-kekurangan guru
dalam mengelolan proses belajar mengajar untuk selanjutnya dilakukan pembinaan
kepada guru yang
bersangkutan; (3) pada saat rapat dewan guru yang dijadwalkan secara
periodik, dilaksanakan sharing antara guru dengan guru, guru dengan
Kepala Sekolah, pemberian motivasi kepada para guru, serta mencari solusi
terhadap permasalahan yang dihadapi para guru; (4) dalam
melaksanakan teknik-teknik supervisi, Kepala Sekolah disamping
mengadakan supervisi kunjungan kelas, pemeriksaan kelengkapan administrasi guru
Kepala Sekolah juga mengadakan pengamatan dari luar (lingkungan); dan (5)
Kepala Sekolah melaksanakan teknik supervisi yang sifatnya
perorangan/individual dengan cara mengadakan pertemuan langsung secara
perorangan dan dilakukan dialog (wawancara pribadi).
4. Pola Pendekatan Supervisi Pengajaran
Pola pendekatan supervisi pengajaran yang dilaksanakan oleh Kepala Sekolah
bersifat langsung maupun tidak langsung, personal/individual maupun kelompok,
pemeriksaan administrasi guru dan pertemuan kasus serta penggunaan media secara
lisan dan tertulis serta dengan pendekatan secara kekeluargaan: (1) Proposisi minor : pendekatan supervisi pengajaran
oleh Kepala Sekolah terhadap para guru yang bersifat langsung adalah dengan
mengadakan kunjungan ke kelas-kelas baik yang terjadwal maupun yang tidak
terhjadwal (dadakan); (2) pendekatan
supervisi pengajaran oleh Kepala Sekolah yang bersifat tidak langsung adalah
dengan menerima masukan dari orang tua tentang pelaksanaan kegiatan belajar
mengajar yang dilaksanakan oleh guru melalui saluran komunikasi yang disiapkan
oleh sekolah; (3) pendekatan yang dilaksanakan oleh Kepala Sekolah dapat
bersifat personal (perorangan) maupun bersifat kelompok dalam rapat koordinasi
yang dilaksanakan secara rutin; (4) pendekatan yang dilaksanakan oleh
Kepala Sekolah yang bersifat pendekatan administrasi, pada saat ini kelengkapan
administrasi administrasi guru yang diperiksa oleh Kepala Sekolah antara lain :
a) KBK ta-hun
2004/pemetaan kurikulum, (b) Kalender pendidikan, (c) Program se-mester, (d) Rencana pembelajaran,
(e) Silabus, lembar pengamatan, (f) Alat peraga, dan (g) Bank Soal; (5) walaupun
menyampaikan teguran atau pemberitahuan Kepala Sekolah melakukan pendekatan
yang bersifat kekeluargaan, ramah dan obyektif, sehingga mudah diingat dan
dilaksanakan, juga guru merasa didukung, diberi pengalaman dan guru akan melaksanakan
tugas tanpa paksaan, dan (6) apabila Kepala Sekolah mengadakan
pendekatan secara kelompok, maka materi yang disampaikan adalah evaluasi
kegiatan, tanya jawab tentang pelaksanaan KBM, memberi saran dan kritik yang
membangun, catatan hasil penataran/pelatihan, hasil rapat dengan
Pengawas/Dinas, hasil rapat dengan KKKS, pengalaman pribadi selama mengajar, pemberian
penguatan pada guru, dan memberi kesempatan/kepercayaan pada guru untuk
mengembangkan kemampuan guru tersebut, tanpa harus selalu didekte.
5. Respon dan sikap guru terhadap
pelaksanaan supervisi pengajaran
Respon dan sikap guru terhadap supervisi pengajaran yang dilaksanakan oleh
Kepala Sekolah pada dasarnya positif dan mendukung program-program supervisi
pengajaran Kepala Sekolah, karena menurut para guru supervisi pengajaran dapat
memberikan kontribusi bagi peningkatan kompetensi guru dan kualitas belajar
mengajar: (1) guru menyambut baik dan positif
pelaksaanan supervisi pengajaran yang dilaksanakan oleh Kepala Sekolah, karena
menurut mereka memberikan kontribusi bagi peningkatan kualitas proses belajar
mengajar; (2) Kepala Sekolah diharapakan oleh para guru mempunyai jadwal
khusus untuk melaksanakan supervisi pengajaran secara teratur dan tertib; (3)
para guru mendukung pelaksanaan supervisi pengajaran oleh Kepala Sekolah,
karena program ini dapat meningkatkan kompetensi guru; (4) apabila
Kepala Sekolah melaksanakan supervisi pengajaran, maka guru terpacu untuk
disiplin, terampil, teratur melaksanakan tugas-tugasnya, terbiasa memanfaatkan
waktu dengan baik, dan secara bertahap lebih baik dari waktu sebelumnya; (5)
pengembangan bahan ajar dengan kreatifitas, administrasi
yang teratur, waktu yang efisien merupakan unsur-unsur yang dapat memberikan kontribusi dalam rangka rangka meningkatkan
profesionalisme guru; (6) respon
guru terhadap pelaksanaan supervisi pengajaran ditunjukkan dengan kinerja para guru dalam melaksanakan tugas-tugas di
sekolah, seperti : setiap guru membuat persiapan, analisis dan administrasi
lain yang diperlukan dalam pembelajaran, masing-masing melaksanakan tugas
dengan penuh tanggung jawab, dan tidak ada yang membolos/jarang ada yang ijin;
(7) guru selalu
melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh Kepala Sekolah walaupun diberikan tugas
tambahan di luar kegiatan belajar mengajar (KBM); (8) supervisi pengajaran yang
dilaksanakan oleh Kepala Sekolah terhadap para guru, dapat meningkatkan
meningkatkan motivasi (semangat) dalam mengajar serta dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa, dan (9) dengan pelaksanaan supervisi pengajaran yang
dilaksanakan oleh Kepala Sekolah akan dapat mengevaluasi kekurangan guru dalam
mengajar, sehingga guru dapat meningkatkan kegiatan belajar mengajarnya serta
dapat meningkatkan prestasi belajar peserta didik.
6. Kendala-kendala
Pelaksanaan Supervisi Pengajaran
Kendala-kendala yang mempengaruhi Kepala Sekolah dalam
melaksanakan supervisi pengajaran terhadap para guru antara lain adalah
keterbatasan waktu, sarana dan prasarana, dana, terbatasnya peran masyarakat,
kesejahteraan guru, kurangnya pelatihan, tingkat kemampuan siswa yang heterogen
: (1) kendala pelaksanaan supervisi
pengajaran oleh Kepala Sekolah terhadap para guru di sekolah dikarenakan adanya kunjungan kelas yang telah
dijadwalkan sering bersamaan dengan acara kedinasan lainnya yang lebih penting;
(2) para guru mengemukakan bahwa kendala-kendala dalam rangka
peningkatan kualitas belajar mengajar adalah terbatasnya sarana dan parasana
serta media pengajaran yang modern (canggih) yang terdapat di sekolah; dan (3)
rendahnya frekuensi para guru yang mengikuti pendidikan dan pelatihan serta
tingkat kesejahteraan guru yang masih rendah menjadi kendala bagi Kepala
Sekolah dalam melaksanakan supervisi
pengajaran terhadap para guru.
7. Upaya-upaya yang dilakukan oleh Kepala Sekolah dalam Melaksanakan
Supervisi Pengajaran di Sekolah Dasar
Upaya Kepala Sekolah dalam meningkatkan profesionalisme guru melalui
supervisi pengajaran antara dilakukan dengan cara menciptakan hubungan yang
baik antara guru dengan kepala sekolah, melakukan pembinaan kepada para guru
secara periodik serta mengevaluasi kegiatan belajar mengajar dan melakukan
perbaikan, mengadakan rapat dengan dewan guru, mengikutkan guru ke penataran,
KKG, lomba guru berprestasi, serta meningkatkan kinerja guru: (1) Kepala Sekolah menyusun jadwal program supervisi
pengajaran kepada para guru secara periodik serta mengevaluasi
kelemahan-kelemahan dalam proses belajar mengajar untuk kemudian dilakukan
perbaikan; (2) Kepala Sekolah mengikutkan guru dalam lomba guru
berprestasi, mengirim guru untuk mengikuti lokakarya, seminar dan KKG; (3)
Kepala Sekolah menciptakan suasana lingkungan kerja yang kondusif bagi
terselenggaranya proses belajar mengajar di sekolah dengan cara menjaga
kekompakan guru, saling menghormati, menerapkan kedisiplinan kerja, dan
menjalin hubungan antara sekolah dengan orang tua siswa/masyarakat sekitar
sekolah dalam rangka untuk meningkatkan profesionalisme guru di sekolah; dan (4)
sesuai dengan kebutuhan sekolah, Kepala
Sekolah mengadakan pelatihan di sekolah dengan mengundang orang yang ahli untuk
memberikan pelatihan kepada para guru dalam rangka peningkatan kompetensi guru
dalam mengelola kegiatan belajar mengajar.
PEMBAHASAN
Program supervisi pengajaran disusun pada awal
tahun pelajaran sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai, dengan memasukkan
program tersebut dalam Program Kerja atau RAPBS sebagai acuan Kepala Sekolah
untuk melaksanakan kegiatan supervisi pengajaran terhadap para guru di sekolah.
Pada hakikatnya program supervisi yang disusun oleh kepala sekolah adalah untuk
membantu guru untuk memperbaiki situasi kegiatan belajar mengajar. Seperti
dikemukakan oleh Wiles (1987) bahwa supervision is assistence in the
development of a better teaching-learning situation. Hal yang sama dikemukakan oleh Hoy & Forsyth
(1986) supervisions the set activities designed to improve the
teaching-learning process. Sedangkan yang menyusun program kegiatan supervisi
adalah kepala sekolah. Sebagaimana ditegaskan oleh Lovell Wiles (1983) bahwa
pada umumnya kepala sekolah dipandang sebagai supervisor pengajaran di
sekolahnya, karena ialah yang bertanggungjawab untuk mengkoordinasi-kan semua
program pengajaran. Sutisna (1983) bahkan menegaskan bahwa tugas pertama
seorang administrator sekolah dalam bidang operasional program pendidikan ialah
untuk membuat rencana bagi seluruh tahun pelajaran.
Prosedur supervisi pengajaran yang dilaksanakan oleh Kepala
Sekolah adalah menyusun program supervisi pengajaran, menerima masukan dari
guru pada saat melaksanakan kunjungan kelas, kemudian ditindak lanjuti dengan
mengadakan pertemuan baik individual maupun kelompok dalam rapat dewan guru.
Pada hakikatnya, prosedur supervisi
pengajaran mengikuti langkah-langkah se-bagai berikut: (1) penjelasan
pelaksanaan tugas, (2) temu awal: kepala sekolah me-nyampaikan hal-hal yang
akan disupervisi kepada guru, (3)
observasi administrasi, (4) observasi PBM: (a) program (tahunan, catur wulan,
bulanan); (b) persiapan mengajar dan pelaksanaannya, (c) hasil belajar/prestasi
siswa klasikal/individual, dan (d) program pengayaan dan perbaikan
(remedial).(Depdikbud, 1995).
Secara ringkas prosedur supervisi
pengajaran ini dapat dijelaskan dengan tahap-tahap sebagai berikut: (1)
pra-observasi (pertemuan awal), (2) observasi (pengamatan pembelajaran), dan
(3) pasca-observasi (pertemuan balikan).
Dari berbagai tahapan prosedur supervisi
di atas, tahapan yang paling terasa bermanfaat adalah pertemuan balikan. Dalam
pertemuan balikan data yang telah dianalisis ditunjukkan kepada guru. Umpan
balik diberikan sedemikian, sehingga guru dapat memahami temuan, mengubah
perilaku yang teridentifikasi dan mempratekkan panduan yang diberikan.
Penerimaan dan internalisiasi merupakan capaian terbaik. Hal ini terjadi
apabila hubungan guru dengan supervisor dapat digolongkan ke dalam sifat
kooperatif dan kolegialitas yang tidak mengancam. Hubungan yang bersahabat
merupakan hubungan yang banyak manfaatnya, karena keduanya akan banyak
memperoleh manfaat dengan bekerja bersama. Hubungan mereka harus menunjukkan: (1)
kepercayaan timbal balik terhadap kemampuannya masing-masing, (2) kepercayaan/
ketergantungan satu sama lain sebagai bentuk pertolongan/bantuan konstruktif,
dan (3) pendirian untuk saling bekerjasama menuju tujuan bersama. Dari umpan
balik supervisor dan dukungan pada guru, maka dapat ditentukan bersama: (1)
perilaku positif pembelajaran yang harus dipelihara, (2) strategi-strategi
alternatif untuk mencapai perubahan yang diinginkan, dan (3)
kelayakan/kepantasan dari menggunakan kembali metode yang pernah dilakukan.
Asumsinya adalah apabila perilaku guru berubah, maka permasalahan spesifik
dalam bidang yang menjadi perhatian akan dapat diselesaikan.
Teknik-teknik supervisi pengajaran yang dilaksanakan oleh Kepala Sekolah
antara lain meliputi: pemeriksaan administrasi guru, kunjungan kelas, rapat
dewan guru secara rutin, menyediakan bacaan profesional, mengirim guru dalam pendidikan
dan pelatihan, penataran, seminar, KKG, wawancara pribadi serta menganjurkan
untuk studi lanjut bagi yang belum menempuh pendidikan S1. Menurut Moreira (2006)
salah satu tantangan di bidang
pendidikan dasar antara lain sedikitnya 30% guru yang ada belum mendapatkan
pendidikan yang memadai. Oleh karena itu, program studi lanjut bagi para guru
merupakan instrumen yang efektif.
Ada beberapa teknik supervisi yang dipandang bermanfaat untuk mendorong dan
mengarahkan perhatian guru-guru terhadap kurikulum dan pengajaran, untuk
mengidentifikasi masalah-masalah yang berkaitan dengan mengajar dan belajar,
dan untuk menganalisis kondisi-kondisi yang mengelilingi mengajar dan
belajar.(Sutisna, 1983). Teknik-teknik supervisi yang dipandang bermanfaat bagi
supervisor antara lain: (1) kunjungan kelas, (2) pembicaraan individual, (3)
diskusi kelompok, (4) demonstrasi mengajar, (5) kunjungan kelas antar guru, (6)
pengembangan kurikulum, (7) buletin supervisi, (8) perpustakaan profesional,
(9) lokakarya, dan (10) survey sekolah-masyarakat.(Sutisna, 2003).
Beberapa metode dan teknik supervisi yang dapat digunakan dalam rangka
pembinaan kepada guru SD oleh pengawas atau kepala sekolah adalah: (1)
kunjungan kelas, (2) pertemuan pribadi, (3) rapat rutin, (4) kunjungan antar
sekolah, (5) kunjungan sekolah, (6) pertemuan secara berkala di KKG, (7)
kunjungan antar KKG, (8) pelatihan dan penataran, (9) memanfaatkan media massa,
dan (10) karya wisata.(Depdikbud, 1993/1994).
Pola pendekatan supervisi pengajaran yang dilaksanakan
oleh Kepala Sekolah bersifat langsung maupun tidak langsung,
personal/individual maupun kelompok, pemeriksaan administrasi guru dan
pertemuan kasus serta penggunaan media secara lisan dan tertulis serta dengan
pendekatan secara kekeluargaan.
Sejak tahun 1980-an, supervisi
pengajaran mulai diarahkan pada pendekatan baru, setelah diperkenalkannya
supervisi pengembangan oleh Glickman (1980). Pende-katan supervisi tersebut
menyadari adanya kenyataan, bahwa peneliti
yang berbeda telah menemukan keefektifan tiap-tiap pendekatan tersebur.
Berdasarkan temuan-temuan tersebut, maka disarankan agar para supervisor
menggunakan pendekatan yang bervariasi sesuai dengan kebutuhan guru tertentu.
Menurut Mantja (1990) perbedaan kebutuhan itu, diakibatkan oleh
perbedaan-perbedaan individual. Hal ini sesuai juga yang dikemukakan oleh
Glatthorn (1997) yang menggambarkan supervisi yang dapat memperlihatkan
perbedaan (differentiated supervisión)
sebagai sebuah pendekatan pada supervisi yang melengkapi guru dengan opsi
tentang jenis-jenis kepengawasan (advisory)
dan layanan evaluasi yang mereka terima.
Penelitian yang dilakukan oleh Ginkel
(1983) terhadap sejumlah guru sekolah dasar, menempatkan pendekatan kolaboratif
pada peringkat pertama, di samping kedua pendekatan supervisi yang lainnya. Para
guru yang menyatakan, bahwa pendekatan supervisi kolaboratif adalah pendekatan
yang paling disukai.
Sementara itu, para pakar supervisi pengajaran
telah menunjukkan, bahwa sistem pembinaan guru, terutama dalam perbaikan dan
peningkatan unjuk kerja mengajar guru didasarkan atas temuan-temuan penelitian.
Oleh karena itu, model pembinaan guru yang merupakan pola pembinaan dan
pengembangan ketenagaan harus tercermin dalam pelaksanaan supervisi di
sekolah.(Lovel & Wiles, 1983).
Respon dan sikap guru terhadap supervisi pengajaran yang
dilaksanakan oleh Kepala Sekolah pada dasarnya positif dan mendukung
program-program supervisi pengajaran Kepala Sekolah, karena menurut para guru
supervisi pengajaran dapat memberikan kontribusi bagi peningkatan kompetensi
guru dan kualitas belajar mengajar. Temuan Eko (2003) tentang sikap guru
terhadap supervisi dikemukakan bahwa guru tidak terlalu positif terhadap supervisi
yang dilakukan supervisor. Sedang-kan menurut Mantja (1990) dari hasil
penelitiannya ditemukan bahwa respon dan sikap guru terhadap supervisi
ditentukan oleh kemanfaatan supervisi yang diperolehnya. Sementara itu, temuan
para pakar supervisi tentang respon dan sikap guru terhadap perilaku supervisi
para supervisor, yang dinilai positif oleh para guru (Neagley & Evans,
1980).
Telah dikemukakan di atas, bahwa respon
guru terhadap supervisi ditentukan oleh berbagai faktor, termasuk faktor
lingkungan budaya etnik dimana ia hidup. Faktor-faktor tersebut ikut mewarnai
persepsinya, termasuk persepsinya terhadap kepemimpinan yang
diterimanya.(Bartky, 1956).
Temuan penelitian menunjukkan bahwa kendala-kendala
yang mempengaruhi Kepala Sekolah dalam melaksanakan supervisi pengajaran
terhadap para guru antara lain adalah keterbatasan waktu, sarana dan prasarana,
dana, terbatasnya peran masyarakat, kesejahteraan guru, kurangnya pelatihan,
tingkat kemampuan siswa yang heterogen, dan wali murid yang kurang pro aktif
terhadap kegiatan sekolah.
Secara umum kendala-kendala pelaksanaan
supervisi pengajaran dikarenakan sistem pembinaan yang kurang memadai. Hal ini
dikarenakan: (1)pembinaan masih terlalu ditekankan pada aspek administrasi dan
mengabaikan aspek profesional, (2) tatap muka antara pembina dan masing-masing
guru praktis sangat sedikit, (3) pembina sendiri banyak yang sudah lama tidak
mengajar dan memerlukan bekal tambahan agar dapat mengikuti perkembangan baru
dalam berbagai mata pelajaran, (4) pada umumnya masih menggunakan jalur tunggal
dan searah yakni dari atas, dan (5) potensi guru sebagai pembina guru lain
kurang dimanfaatkan.
Masih
banyaknya temuan kendala-kendala dalam pelaksanaan supervisi pengajaran di
sekolah oleh supervisor, sehingga Ekosusilo (2003) memberikan saran bahwa
pembinaan profesional guru masih perlu ditingkatkan lebih lanjut.
Berdasarkan pembahasan di atas bahwa kendala-kendala
yang mempengaruhi Kepala Sekolah dalam melaksanakan supervisi pengajaran
terhadap para guru antara lain adalah pengaturan jadwal (waktu) supervisi,
keterbatasan instrumen untuk melaksanakan supervisi, kompetensi guru yang
disupervisi, tingkat kemampuan siswa yang heterogen, dan kurangnya dukungan
dari warga sekolah dan stake holder.
Upaya Kepala Sekolah dalam melaksanakan supervisi
pengajaran antara dilakukan dengan cara menciptakan hubungan yang baik antara
guru dengan kepala sekolah, melakukan pembinaan kepada para guru secara
periodik serta mengevaluasi kegiatan belajar mengajar dan melakukan perbaikan,
mengadakan rapat dengan dewan guru, mengikutkan guru ke penataran, KKG, lomba
guru berprestasi, serta meningkatkan kinerja guru.
Merupakan tugas kepala sekolah untuk menyusun,
mengarahkan serta bertanggungjawab untuk mengkoordinasikan pelaksanaan supervisi
pengajaran. Hal ini seperti dikemukakan oleh Lovell & Wiles (1983) bahwa
pada umumnya kepala sekolah dipandang sebagai supervisor pengajaran di
sekolahnya, karena ialah yang bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan semua
program pengajaran. Acheson & Gall
(1987) mengatakan untuk keefektifan tugas supervisi di sekolah-sekolah
diserahkan kepada Kepala Sekolah. Tanggung jawab utama kepala sekolah sebagai
supervisor adalah mensupervisi guru-guru dengan tujuan untuk meningkatkan
pengajaran dan pelayanan kepada siswa.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Temuan penelitian anatara lain: (1) yang menyusun rencana progam supervisi pengajaran
adalah kepala sekolah, karena ia yang bertanggungjawab untuk mengkoordinasikan
semua program pengajaran selama satu tahun pelajaran sesuai dengan program yang
telah disusunnya untuk membantu guru untuk memperbaiki situasi kegiatan belajar
mengajar yang lebih baik; (2) prosedur
supervisi pengajaran yang dilaksanakan oleh kepala sekolah sebagai supervisor
dilaksanakan melalui tahapan sebagai berikut: (a) persiapan (menyusun program
supervisi pengajaran), (b) pelaksanaan (kunjungan kelas dan pengamatan), dan
(c) tindak lanjut atau umpan balik (individual maupun kelompok); (3) teknik-teknik supervisi yang sering
dilaksanakan oleh kepala sekolah di sekolah dasar adalah: (a) kunjungan kelas;
(b) pemeriksaan administrasi guru; (c) pengamatan (observasi), (d) rapat dewan
guru secara periodik; (e) menyediakan bacaan profesional; (f) meningkatkan
kompetensi guru melalui seminar, penataran, pendidikan dan pelatihan, dan
memberikan dukungan guru untuk studi lanjut; (g) wawancara pribadi, dan (h)
mengirim guru untuk mengikuti organisasi profesi (KKG); (4) pola pendekatan supervisi pengajaran yang dilaksanakan oleh Kepala Sekolah diarahkan pada
pendekatan baru yaitu supervisi pengembangan dengan pendekatan supervisi
kolaboratif yang dapat memperlihatkan perbedaan (differentiated supervisión)
sebagai sebuah pendekatan pada supervisi yang melengkapi guru dengan opsi
tentang jenis-jenis kepengawasan (advisory) dan layanan evaluasi yang mereka
terima; (5) sikap dan respon guru
terhadap supervisi pengajaran yang dilaksanakan respon dan
sikap guru terhadap supervisi pengajaran yang dilaksanakan oleh Kepala Sekolah
pada dasarnya positif dan mendukung program-program supervisi pengajaran Kepala
Sekolah, karena menurut para guru supervisi pengajaran dapat memberikan
kontribusi bagi peningkatan kompetensi guru dan peningkatan kualitas belajar
mengajar di kelas, di samping itu dengan
supervisi pengajaran akan diketahui kekurangan-kekurangan yang ada pada guru
serta ada tindakan perbaikan lebih lanjut; (6) Kendala-kendala yang dihadapi
Kepala Sekolah dalam melaksanakan supervisi pengajaran di sekolah dasar adalah kendala-kendala yang mempengaruhi Kepala Sekolah dalam
melaksanakan supervisi pengajaran terhadap para guru antara lain adalah
pengaturan jadwal (waktu) supervisi, keterbatasan instrumen untuk melaksanakan
supervisi, kompetensi guru yang disupervisi, tingkat kemampuan siswa yang
heterogen, dan kurangnya dukungan dari warga sekolah dan stake holder, dan (7) upaya
Kepala Sekolah dalam melaksanakan supervisi pengajaran didasarkan pada
pertimbangan karena pada umumnya kepala sekolah dipandang sebagai supervisor
pengajaran di sekolahnya yang bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan semua
program pengajaran dengan melakukan pembinaan kepada para guru secara periodik
serta mengevaluasi kegiatan belajar mengajar dan melakukan perbaikan.
Saran
Berdasarkan
temuan temuan penelitian di atas, dikemukakan saran-saran sebagai berikut. (1) Bagi Kepala Sekolah,
disarankan dalam program supervisi pengajaran dipersiapkan pula
instrumen-instrumen yang nantinya akan digunakan untuk untuk melaksanakan
evaluasi monitoring kegiatan belajar mengajar, (2) Bagi Dinas Pendidikan Kota Malang, khususnya
Bidang Pendidikan Dasar, perlu ada pelatihan bagi Kepala Sekolah mengenai
teknik-teknik supervisi pengajaran yang dapat diterapkan terhadap para guru di
sekolah dasar, sehingga diharapkan dengan adanya pelatihan tersebut dapat
membantu Kepala Sekolah agar dalam menerapkan teknik-teknik supervisi
pengajaran lebih bervariasi, efisien dan efektif serta dapat digunakan untuk
meningkatkan kualitas kegiatan belajar mengajar, (4) Perlu disusun pedoman
supervisi pengajaran bagi para Kepala Sekolah agar ada keseragaman dalam
menerapkan pola-pola pendekatan supervisi pengajaran bagi para guru di sekolah
dasar (5) Supervisi yang dilaksanakan
oleh kepala sekolah sebaiknya tidak terfokus pada administrasi guru (kelengkapan
administrasi pengajaran guru) saja, melainkan juga proses belajar mengajar yang
dilaksanakan oleh guru.
DAFTAR RUJUKAN
Bogdan, R. & Biklen, S.K. 1982. Qualitative
Research for Education: An Introduction to Theory and Methods. London: Allyn and
Bacon, Inc.
Danim, S. 2003. Agenda
Pembaruan Sistem Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Delors, J. 1999. Belajar:
Harta Karun di Dalamnya, Laporan kepada UNESCO dari Komisi Internasional
tentang Pendidikan untuk Abad XXI. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Depdikbud. 1976. Kurikulum Sekolah Dasar 1975,
Garis-Garis Besar Program Pengajaran, Buku III D Pedoman Administrasi dan
Supervisi. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Depdikbud. 1993/1994. Pedoman
Kerja Pelaksanaan Supervisi. Jakarta: Proyek Peningkatan Mutu SD, TK dan
SLB, Direktorat Pendidikan Dasar, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Depdikbud. 1994/1995. Petunjuk
Peningkatan Mutu Pendidikan di Sekolah Dasar. Jakarta: Direktorat
Pendidikan Dasar, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Depdiknas. 2010. Supervisi
Akademik: Materi Pelatihan Penguatan Kemampuan Pengawas Sekolah. Jakarta: Direktorat
Tenaga Kependidikan, Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga
Kependidikan, Departemen Pendidikan Nasional.
Delors, J. 1999. Belajar:
Harta Karun di Dalamnya: Laporan kepada Unesco dari Komisi Internasional
tentang Pendidikan Anak untuk Abad XXI. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Ekosusilo,
M. 2003. Hasil Penelitian Kualitatif, Supervisi Pengajaran Dalam Latar
Budaya Jawa, Studi Kasus Pembinaan Guru SD di Kraton Surakarta. Sukoharjo: Penerbit Uvitet
Bantara Press.
Ginkel,
K.C. 1983. An Overview of a Study which
Examined the Relationship between Elementary School Teachers: Preference for
Supervisory Confering Approach and Conceptual Level of Development, Paper
Presented at the Annual Meeting of the American Educational Research
Association, Montreal.
Glatthorn,
A. A. 1997. Differentiated Supervision
(2nd ed). Alexandria, V.A.: Association for Supervision and Curriculum
Development.
Glickman,
C.D. 1981. Development Supervision. Alexandria: Association
for Supervision and Curriculum Development.
Hoy,
W.K. & Forsyth, P.B. 1986. Effective
Supervision: Theory into Practice. New York: Randum House, Inc.
Jalal, F. & Supriadi, D. 2001. Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah. Jakarta:
Diterbitkan atas kerjasama Depdiknas-Bappenas-Adicita Karya Nusa.
Lovell, J. T.
& Willes, K. 1983. Supervision for School Better. 5th
ed. Englewood Cliffs, NY: Prentice-Hall, Inc.
Mantja,
W. 1990. Supervisi Pengajaran: Kasus
Pembinaan Profesional Guru Sekolah Dasar negeri Kelompok Budaya Etnik Madura di
Kraton. Disertasi tidak diterbitkan. Malang: Program
Pascasarjana, Universitas Negeri Malang.
Mantja, W. 1998. Manajemen Pembinaan Profesional Guru
Berwawasan Pengembangan Sumber Daya Manusia: Suatu Kajian Konseptual-Historik
dan Empirik. Pidato Pengukuhan Guru Besar IKIP Malang. Malang: Institut Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Malang, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Moreira,
B. 2006. Peningkatan Mutu Pendidikan Dasar yang Terdesentralisasi. USAID Indonesia, From The American
People, (Online), (www.usaid.gov/id,
diakses 11 Januari 2006).
Neagley,
R.L. & Evans, N.D. 1980. Handbook for
Effective Supervision of Instruction. Third Edition. Englewood
Cliffs, New York:
Prentice-Hall, Inc.
Sidi, I. D. 2001. Menuju Masyarakat Belajar,
Menggagas Paradigma Baru Pendidikan. Jakarta: Paramadina dan Logos Wacana
Ilmu.
Strauss, A. & Corbin, J. 2003. Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif, Tatalangkah dan Teknik-teknik
Teoritisasi Data. Terjemahan oleh Muhammad Shodiq & Imam Muttaqien. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar Offset.
Sulo, S.L.L. 1984. Pendekatan
dan Teknik-Teknik Supervisi Klinis. Jakarta: Proyek Pengembangan Lembaga
Pendidikan Tenaga Kependidikan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Sutisna, O. 1983. Administrasi Pendidikan: Dasar Teoritis untuk Pratek Profesional. Bandung:
Angkasa.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Wiles, K. 1980/1981. Supervision for Better
Schools. Fifth edition. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Diterjemahkan
oleh J.F. Tahalele. Malang: Sub Proyek
Penulisan Buku Pelajaran, Proyek
Peningkatan/Pengembangan Perguruan Tingi IKIP Malang.
Wiles, K.
& Bondi, J. 1986. Supervision: A Guide to Practice. Columbus, Ohio:
Charles E. Merrill Publishing Company.
Williams, D.D. 1986. Naturalistic Evaluation. San
Fransisco: Joosey-Bass Inc.
(Artikel dimuat
dalam Jurnal Pendidikan Universitas Negeri Malang, Tahun 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar