Senin, 08 Januari 2018

SUPERVISI PENGAJARAN DI SEKOLAH DASAR



SUPERVISI PENGAJARAN
DI SEKOLAH DASAR

Hari Karyono*)
Dosen Pascasarjana Universitas PGRI Adi Buana Surabaya


The  purpose of this research is to describe the intructional supervision program toward the elementary school teachers. The type of this research is qualitative research with the design of multi case study data were collected from the Principals and teachers of four elementary schools. The research findings shows that the Principals implement the instructional supervision by class visiting, teaching learning process monitoring, teachers meetings, both individual and group establishment, professional readings, advanced study, participating teachers to teachers’ work group, workshop/seminar, sharing and discussion among teachers, teachers and principals, teachers with superintendent. The impacts of instructional supervision are the lack of training and welfare of the teachers. Based on the research findings, it is suggested for the Principals that in implementing the instructional supervision are expected to apply the problem solving.     

Kata kunci: supervisi pengajaran, kepala sekolah, sekolah dasar.

            Penyelenggaraan pendidikan nasional merupakan realisasi dari amanat Pembukaan UUD 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Pasal 31 ayat (1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya, (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang mening-katkan keamanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang, (4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional, dan (5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia. Pernyataan ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan nasional bagi
seluruh bangsa Indonesia.
------------------
*)  Dr. Hari Karyono, M.Pd, adalah dosen Program Studi Teknologi Pembelajaran, Pascasarjana Universitas PGRI Adi Buana Surabaya, alumnus Program Studi Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana, Universitas Negeri Malang (UM)

Disamping itu, dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional ditegaskan bahwa jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya (Pasal 13 ayat 1). Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pada bagian kedua tentang pendidikan dasar, dijelaskan bahwa pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.

            Sebagai salah satu jenjang pendidikan, keberadaan pendidikan dasar merupakan landasan dari semua jenjang persekolahan dan pendidikan selanjutnya. Menurut Sidi (2001) pendidikan dasar mempunyai beberapa tujuan, yang mungkin berbeda antara satu negara dengan negara lainnya. Walaupun demikian, ada beberapa tujuan pokok pendidikan dasar pada semua situasi, yaitu mempersiapkan anak didik menjadi: (1) orang yang bermoral, (2) seorang warga negara, dan (3) orang dewasa yang mampu memperoleh pekerjaan dengan cara memberikan keterampilan dasar yang umum bagi semua pekerjaan di dalam suatu masyarakat kepada anak didik (Sidi, 2001).
            Secara lebih khusus pentingnya sekolah dasar adalah untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam hal dasar-dasar pengetahuan IPA, matematika, bahasa, kesenian dan ilmu pengetahuan sosial. Hal ini seperti dikemukakan oleh Collier, Houston, Schmatz & Walsh (1971) elementary schools must concern themselves with the important objectives of helping youngsters develop a valid foundation in such fundamental and important areas as science, mathematics, reading, language, fine arts, and social science.
            Menurut Danim (2003) persoalan utama pengelolaan SD saat ini tidak terletak pada efisiensinya, akan tetapi juga masalah mutu, akses, dan peluang pengembangan. Kajian Danim (2003) lebih lanjut, mengemukakan lemahnya efisiensi SD, umumnya, dan rendahnya hasil belajar murid SD, khususnya, disebabkan oleh beberapa faktor. Hasil studi antara tahun 1960-an sampai dengan tahun 1990-an yang dilakukan oleh beberapa ahli menemukan beberapa kesimpulan. Pertama, di Negara-negara maju, prestasi akademis lebih banyak diterangkan oleh faktor-faktor luar sekolah (SES, aspirasi keluarga, interaksi anak orang tua) dibandingkan dengan faktor sekolah itu sendiri. Kedua, di negara-negara sedang berkembang atau belum berkembang, prestasi belajar akademis lebih banyak diterangkan oleh faktor-faktor sekolah (guru, buku paket, alat belajar, manajemen sekolah, dan sebagainya) daripada oleh faktor luar sekolah.   
Dari berbagai indikator yang diungkapkan tersebut, yang menjadi penyebab rendahnya mutu pendidikan ditinjau dari aspek manajemen pendidikan dapat dikelompokkan ke dalam tiga faktor, yaitu: (a) faktor instrumental sistem pendidikan, (b) faktor sistem manajemen pendidikan, termasuk di dalamnya sistem pembinaan profesional guru, dan (c) faktor substansi manajemen pendidikan (Mantja, 1993; 1996; 1998). Sedangkan Mataheru (1988) menekankan bahwa salah satu faktor yang perlu diperhatikan di sekolah dalam meningkatkan mutu tersebut adalah peningkatan performansi tenaga pendidik atau kemampuan profesional guru.  
Paradigma peningkatan tenaga pendidik pada saat ini memberikan wacana baru dalam implementadi kebijakan pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional. Saah satu upaya untuk memberikan tolok ukur mutu tenaga pendidik adaah dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
            Produk kebijakan lainnya, yang secara khusus mengkaji mengenai tenaga pendidik dan telah disosialisasikan di berbagai instansi yang relevan adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Dalam undang-undang ini secara lebih lengkap dirumuskan mengenai prinsip profesionalisme, guru dan dosen. Hal-hal yang berkaitan dengan profesi guru, khususnya dalam hubungannya dengan kompetensi guru, dalam Bab IV Guru, Bagian Kesatu: kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi dirumuskan sebagai berikut ini.
            Tentang kualifikasi guru, dalam UU No. 14 Tahun 2005 ini dirumuskan dalam Pasal 8 yang menegaskan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Sedangkan yang dimaksud dengan kualifikasi akademik tersebut di jelaskan dalam Pasal 9 yang menjelaskan bahawa kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat. Adapun yang dimaksud dengan kompetensi guru dijelaskan dalam Pasal 10 ayat (1) yaitu bahwa kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Selanjutnya sertifikat pendidik sebagai-mana yang dimaksud dalam Pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan.
Apabila dikaji dari kedua produk kebijakan di atas, yaitu PP No. 19 Tahun 2005 dan UU No. 14 Tahun 2005 Guru dan Dosen, terdapat persamaan dalam merumuskan kompetensi guru yang dipersyaratkan.   Kompetensi guru yang dipersyaratkan adalah (a) kompetensi pedagogik; (b) kompetensi kepribadian; (c) kompetensi profesional; dan (d) kompetensi sosial. Perangkat kompetensi bagi guru ini dirumuskan dalam PP No. 19 Tahun 2005 dan UU No. 114 Tahun 2005.
Diskusi tentang rincian kualifikasi tenaga pendidikan, dalam hal ini guru di sekolah, juga menarik para pakar pendidikan. Salah satu pakar pendidikan, Danim (2003) mengemukakan bahwa kualifikasi yang dimiliki oleh tenaga pendidikan dapat dikelompokkan ke dalam empat jenis, yaitu: (1) fisik, (2) pribadi, (3) profesional, dan (4) sosial. Kualifikasi yang pertama berkaitan dengan aspek-aspek kesehatan fisik, ciri-ciri khusus fisik, dan daya dukung kemampuan verbal. Kualifikasi kedua, berka-itan dengan aspek-aspek kepribadian tenaga pengajar, seperti keimanan, kepribadian sebagai insan Pancasilais, dan normal secara kejiwaan. Kualifikasi ketiga, berkenaan dengan tugas-tugas teknis pengajaran dan penguasaan materi bahan ajar dengan segala perangkat pendukungnya yang terkait langsung, serta kemampuannya mencip-takan kondisi anak didik menjadi masyarakat belajar (learning society) yang kian dirasakan mendesak pada era globalisasi ekonomi dan informasi. Selanjutnya, kualifikasi keempat berkaitan dengan fungsi tenaga pendidikan sebagai bagian integral dari anggota masyarakat Indonesia yang Pancasilais.  
Wacana masyarakat belajar (learning society) sebagaimana yang dikemukakan Danim di atas, sesuai dengan visi Depdiknas yang lebih menekankan pada pendidikan transformatif, yang menjadikan lembaga pendidikan sebagai motor penggerak perubahan dari masyarakat tradisional ke masyarakat maju. Masyarakat maju selalu diikuti oleh proses transformasi struktural, yang menandai suatu perubahan dari masyarakat yang bertumpu pada pertanian menuju masyarakat berbasis industri. Bahkan di era global sekarang, transformasi itu berjalan dengan sangat cepat yang kemudian mengantarkan pada masyarakat berpengetahuan (knowledge society). Di dalam masyarakat berpengetahuan, peranan ilmu pengetahuan dan penggunaan Information and Communication Technology (ICT) sangat dominan (Depdiknas, 2005). Walaupun demikian, masyarakat Indonesia yang sebagian besar masih berciri agraris belum sepenuhnya mampu memanfaatkan iptek  yang mengalami perkembangan pesat dan menjadi penggerak utama (prime mover) perubahan masyarakat. 
            Delors (1999) dalam laporannya mengemukakan pentingnya peranan guru sebagai agen perubahan, mengembangkan pengertian dan toleransi belum pernah sejelas sekarang ini. Selanjutnya, Delors mengemukakan bahwa kelihatannya peranan guru ini akan lebih penting lagi di dalam abad XXI. seperti Kelompok Kerja Guru (KKG), Kelompok Kerja Kepala Sekolah (KKKS) dan kelompok Kerja Penilik Sekolah (KKPS). Peningkatan dan pengembangan kemampauan profesional tersebut meliputi berbagai aspek antara lain kemampuan guru dalam menguasai kurikulum dan materi pengajaran, kemampuan dalam menggunakan metode dan sarana dalam proses belajar-mengajar, melaksanakan penilaian proses dan hasil belajar, dan kemampuan memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar, disiplin dan komitmen guru terhadap tugas.
Untuk meningkatkan profesionalisme guru, media yang dianggap paling relevan adalah melalui supervisi pengajaran. Karena supervisi adalah pembinaan yang diberikan kepada seluruh staf sekolah agar mereka dapat meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan situasi belajar mengajar yang lebih baik (Depdikbud, 1976). Dalam Pedoman Buku III D Administrasi dan Supervisi dijelaskan bahwa usaha meningkatkan mutu pendididikan dan pengajaran sebagian besar terletak pada kegiatan guru dalam mendorong murid-murid kearah tercapainya tujuan pendidikan. Agar tugas mendidik dan mengajar dapat ditingkatkan, maka guru perlu mendapat pembinaan (supervisi) secara teratur dan berencana. Untuk itu para Kepala Sekolah perlu memiliki pengetahuan tentang pengertian, tujuan, fungsi dan teknik supervisi disertai petunjuk pelaksanaan secara sederhana. 
Sebagai upaya membantu guru dalam memperbaiki proses belajar mengajar, maka seharusnya supervisi dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip, teknik dan pendekatan yang tepat. Dengan pendekatan yang tepat, diharapkan kemampuan profesional guru dapat ditingkatkan. Sedangkan guru yang profesional adalah guru yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut (1) memiliki suatu keahlian khusus, (2) merupakan suatu panggilan hidup, (3) memiliki teori-teori yang baku secara universal, (4) mengabdikan diri untuk masyarakat dan bukan untuk diri sendiri, (5) dilengkapi dengan kecakapan diagnostik dan kompetensi yang aplikatif, (6) memiliki otonomi dalam melaksanakan pekerjaannya, (7) mempunyai kode etik, (8) mempunyai klien yang jelas, (9) mempunyai organisasi profesi yang kuat, dan (10) mempunyai hubungan dengan profesi pada bidang-bidang yang lain.
Sementara itu mengenai pendekatan supervisi, Glickman (1981) membagi orientasi supervisi pendidikan menjadi tiga, berdasarkan kemampuan guru, yaitu (1) direktif, (2) nondirektif, dan (3) kolaboratif. Pertama, orientasi direktif diterapkan manakala supervisor menemukan guru yang dalam mengembangkan dirinya sendiri sangat rendah, sehingga Pembina harus banyak memberikan petunjuk dengan contoh- contoh kongkrit disertai tugas-tugas. Kedua, orientasi nondirektif digunakan apabila tanggung jawab guru dalam mengembangkan dan membina dirinya sendiri tinggi. Ketiga, orientasi kolaboratif digunakan apabila tanggung jawab antara guru dengan supervisor seimbang. Pembina bersama-sama saling memberi dan saling meminta  melalui diskusi, sehingga diperoleh kesepakatan.
Sedangkan Oliva (1984) membagi orientasi supervisi menjadi dua, yaitu: (1) orientasi langsung, dan (2) tidak langsung. Orientasi langsung didasarkan pada asumsi bahwa pengawasan dilakukan atas dasar kewenangan seseorang yang memiliki posisi dalam hierarki organisasi. Sedangkan orientasi tidak langsung didasarkan pada asumsi bahwa pengawasan terhadap situasi tergantung pada tuntutan pada masalah.
Dalam praktiknya supervisi pengajaran yang dilaksanakan selama ini masih cenderung berorientasi pada administratif saja. Fenomena ini dikaji secara khusus dalam Konferensi Pendidikan di Indonesia: Mengatasi Krisis Menuju Pembaruan, yang diikuti para pakar yang kompeten. Salah satu rekomendasri dari konferensi ini, khususnya yang berkaitan langsung dengan masalah supervisi dikemukakan bahwa fungsi-fungsi pengawasan pada semua jenjang pendidikan dioptimalkan seba-gai sarana untuk memacu mutu pendidikan. Pengawasan dimaksud dengan mengutamakan aspek-aspek akademik daripada administratif sebagaimana berlaku selama ini (Jalal & Supriadi, 2001).
 Keefektifan penerapan orientasi dan pendekatan supervisi di atas, tidak hanya tergangtung pada supervisor saja, melainkan juga sangat dipengaruhi oleh persepsi, respon, dan sikap guru terhadap orientasi dan supervisi yang dilakukan oleh supervisor. Penelitian mengenai sikap guru terhadap supervisi dikemukakan oleh Ekosusilo (2003) bahwa guru tidak terlalu positif terhadap supervisi yang dilakukan supervisor. Selanjutnya dikemukakan oleh Ekosusilo dalam simpulan penelitiannya bahwa supervisi yang dilakukan supervisor dianggap biasa-biasa saja dan monoton itu-itu saja, bahkan nampak diacuhkan. Namun guru tidak menampakkan ketidak-setujuannya di hadapan supervisor, karena dilandasi rasa hormat sekaligus tidak ingin menimbulkan konflik. Penelitian yang dilakukan Mantja (1990) juga menyimpulkan bahwa respon dan sikap guru terhadap supervisi ditentukan oleh kemanfaatan, data pengamatan yang obyektif, kesempatan menanggapi balikan, perhatian supervisor terhadap gagasan guru. Supervisi yang teratur dan hubungan yang diciptakan dapat mengurangi ketegangan emosional guru. Guru lebih menyukai pendekatan supervisi kolaboratif atau non direktif.
Dari studi pendahuluan yang peneliti laksanakan, terungkap bahwa masalah peningkatan profesionalisme guru merupakan masalah yang mendapatkan perhatian dari masing-masing kepala sekolah di empat SD tersebut. Demikian juga model pendekatan yang dilakukan oleh keempat kepala sekolah di situs yang berbeda tersebut, walaupun secara teoritis sama, namun pendekatan masing-masing kepala sekolah berbeda.
Tujuan penelitian ini adalah: (1)  mendeskripsikan program supervisi pengajaran yang disusun oleh Kepala Sekolah terhadap para guru sekolah dasar dalam rangka meningkatkan profesionalisme guru, (2)  menjelaskan prosedur supervisi pengajaran yang diterapkan oleh Kepala Sekolah terhadap para guru sekolah dasar dalam rangka meningkatkan profesionalisme guru, (3)  mengidentifikasi teknik-teknik supervisi pengajaran oleh Kepala Sekolah terhadap para guru sekolah dasar dalam rangka meningkatkan profesionalisme guru, (4) mendeskripsikan pola pendekatan supervisi pengajaran yang digunakan oleh Kepala Sekolah terhadap para guru di sekolah dasar dalam rangka meningkatkan profesionalisme guru, (5)    menjelaskan respon dan sikap guru sekolah dasar terhadap pelaksanaan supervisi pengajaran yang dilakukan oleh Kepala Sekolah dalam rangka meningkatkan profesionalisme guru, (6)   menemukan kendala-kendala yang dihadapi Kepala Sekolah dalam melaksanakan supervisi pengajaran terhadap para guru pada empat sekolah dasar dalam rangka meningkatkan profesionalisme guru, dan (7)  mendeskripsikan upaya-upaya yang dilakukan oleh Kepala Sekolah dalam melaksanakan supervisi pengajaran di sekolah dasar dalam rangka meningkatkan profesionalisme guru.

METODE
Penelitian ini menggunakan rancangan studi multi kasus (multi-case studies) dengan metode komparatif konstan (the constant comparative method). Tujuan analisis komparatif tersebut untuk merumuskan konsep atau teori yang disintesiskan pada tataran generalitas yang berbeda-beda (Glaser & Strauss, 1980). Lokasi penelitian di SD Laboratorium Sumber Ilmu, SDN Sekar Arum I, SDK Sang Surya, dan SDN Madukoro VI Malang. Informan dalam penelitian ini adalah para Kepala Sekolah dan Guru. Teknik pengumpulan data menggunakan (1) wawancara mendalam, (2) observasi partisipan, dan (3) studi dokumentasi. Analisis data  dilakukan dua tahap, yaitu (1) analisis data kasus individu, dan (2) analisis data lintas kasus. Pengecekan keabsahan data melalui derajat kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), ketergantungan (dependability), dan kepastian (confirmability). Analisis  dilakukan untuk menemukan makna atau hakikat yang mendasari pernyataan-pernyataan yang ditemukan (Williams, 1986). Sedangkan makna yang ditemukan didasarkan atas interpretasi data terhadap pernyataan informan, selanjutnya diformulasikan dalam bentuk tema. Tema adalah konsep teori yang ditampilkan oleh data yang ditemukan dalam penelitian.(Bogdan & Biklen, 1998).

HASIL
1. Program Supervisi Pengajaran
     Program supervisi pengajaran disusun pada awal tahun pelajaran sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai, dengan memasukkan program tersebut dalam Program Kerja atau RAPBS sebagai acuan Kepala Sekolah untuk melaksanakan kegiatan supervisi pengajaran terhadap para guru di sekolah: (1)   program supervisi pengajaran yang disusun oleh Kepala Sekolah bersifat komprehensif dan diarahkan untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalisme guru di sekolah; (2) program supervisi pengajaran yang disusun oleh Kepala Sekolah terdiri dari : program semester, dan program bulanan sekaligus juga disusun jadwal  supervisi pengajaran yang dilaksanakan pada saat melakukan kunjungan kelas; (3) pelaksanaan supervisi pengajaran oleh Kepala Sekolah terhadap para guru di sekolah dilakukan secara periodik sesuai dengan jadwal supervisi pengajaran yang telah disusun oleh Kepala Sekolah pada tahun ajaran baru; (4) pelaksasaan supervisi pengajaran yang diterapkan oleh Kepala Sekolah diterapkan langkah-langkah sebagai berikut :  (a) koordinasi, (b) menjadwal, (c) supervisi, dan (d) tindak lanjut, (5) Kepala Sekolah menggunakan sebagai instrumen dalam pelaksanaan kunjungan kelas sesuai jadwal yang telah disusun, Kepala Sekolah menggunakan lembar observasi monitoring tugas untuk memonitoring kelengkapan administrasi guru dan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru di kelas.

2. Prosedur Supervisi Pengajaran
     Prosedur supervisi pengajaran yang dilaksanakan oleh Kepala Sekolah adalah menyusun program supervisi pengajaran, menerima masukan dari orang tua dan guru pada saat melaksanakan kunjungan kelas, kemudian ditindak lanjuti dengan mengadakan pertemuan baik individual maupun kelompok dalam rapat dewan guru: (1) Kepala Sekolah menyusun jadwal program supervisi kunjungan kelas bersama-sama dengan para guru; (2) Kepala Sekolah melaksanakan supervisi kunjungan kelas berdasarkan jadwal yang telah disusun; (3) apabila dipandang perlu Kepala Sekolah memanggil guru ke ruang Kepala Sekolah untuk melakukan pembinaan secara individual guna memberitahukan kekurangan guru yang bersangkutan tentang proses belajar mengajar serta perbaikan yang perlu dilakukan berdasarkan kunjungan kelas Kepala Sekolah; (4) dalam setiap kunjungan kelas Kepala Sekolah menggunakan lembar obvservasi serta membuat catatan tertulis untuk disampaikan kepada guru yang bersangkutan; (5) pembinaan yang dilakukan oleh Kepala Sekolah bersifat individual (perorangan) secara kekeluargaan maupun secara kelompok dalam rapat dewan guru; (6) Kepala Sekolah mengadakan evaluasi hasil supervisi pengajaran secara keseluruhan pada rapat dewan guru yang dijadwal pada setiap minggu/bulan sesuai dengan kebiasaan atau jadwal yang diprogram oleh sekolah masing-masing; (7) prosedur supervisi pengajaran yang dilaksanakan oleh Kepala Sekolah melalui pentahapan sebagai berikut : kunjungan kelas, pengamatan, permasalahan, identifikasi permasalahan, klarifikasi dan solusi.

3. Teknik-Teknik Supervisi Pengajaran
Teknik-teknik supervisi pengajaran yang dilaksanakan oleh Kepala Sekolah antara lain meliputi: pemeriksaan administrasi guru, kunjungan kelas, rapat dewan guru secara rutin, menyediakan bacaan profesional, mengirim guru dalam pendidikan dan pelatihan, penatyaran, seminar, KKG, wawancara pribadi serta menganjurkan untuk studi lanjut bagi yang belum menempuh pendidikan S1: (1) pemeriksaan administrasi guru yang dilaksanakan oleh Kepala Sekolah antara lain meliputi: (a) khusus jurnal tiap minggu, (b) silabus, (c)  data rekap nilai tiap Mid dan Semester dan absensi, (d) agenda tiap minggu (murid) untuk mengetahui program mengajar tiap hari dan volume PR/tugas di luar sekolah), (e) analisis hasil penilaian (tiap ulangan), (f) program perbaikan-pengayaan, (g) program semester, dan (h) program ulangan semester; (2) apabila Kepala Sekolah melakukan kunjungan kelas, maka Kepala Sekolah duduk di bangku paling belakang dan mengamati proses belajar mengajar yang dilaksanakan oleh guru dengan menggunakan lembar observasi kelas/angket, dari pengamatan yang dilakukan akan dapat diidentifikasi kekurangan-kekurangan guru dalam mengelolan proses belajar mengajar untuk selanjutnya dilakukan pembinaan kepada guru yang bersangkutan; (3) pada saat rapat dewan guru yang dijadwalkan secara periodik, dilaksanakan sharing antara guru dengan guru, guru dengan Kepala Sekolah, pemberian motivasi kepada para guru, serta mencari solusi terhadap permasalahan yang dihadapi para guru;  (4) dalam melaksanakan teknik-teknik supervisi, Kepala Sekolah disamping mengadakan supervisi kunjungan kelas, pemeriksaan kelengkapan administrasi guru Kepala Sekolah juga mengadakan pengamatan dari luar (lingkungan); dan (5) Kepala Sekolah melaksanakan teknik supervisi yang sifatnya perorangan/individual dengan cara mengadakan pertemuan langsung secara perorangan dan dilakukan dialog (wawancara pribadi).

4. Pola Pendekatan Supervisi Pengajaran
     Pola pendekatan supervisi pengajaran yang dilaksanakan oleh Kepala Sekolah bersifat langsung maupun tidak langsung, personal/individual maupun kelompok, pemeriksaan administrasi guru dan pertemuan kasus serta penggunaan media secara lisan dan tertulis serta dengan pendekatan secara kekeluargaan:  (1)  Proposisi minor : pendekatan supervisi pengajaran oleh Kepala Sekolah terhadap para guru yang bersifat langsung adalah dengan mengadakan kunjungan ke kelas-kelas baik yang terjadwal maupun yang tidak terhjadwal (dadakan); (2)  pendekatan supervisi pengajaran oleh Kepala Sekolah yang bersifat tidak langsung adalah dengan menerima masukan dari orang tua tentang pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan oleh guru melalui saluran komunikasi yang disiapkan oleh sekolah; (3) pendekatan yang dilaksanakan oleh Kepala Sekolah dapat bersifat personal (perorangan) maupun bersifat kelompok dalam rapat koordinasi yang dilaksanakan secara rutin; (4) pendekatan yang dilaksanakan oleh Kepala Sekolah yang bersifat pendekatan administrasi, pada saat ini kelengkapan administrasi administrasi guru yang diperiksa oleh Kepala Sekolah antara lain : a) KBK ta-hun 2004/pemetaan kurikulum, (b) Kalender pendidikan, (c) Program se-mester, (d) Rencana pembelajaran, (e) Silabus, lembar pengamatan, (f) Alat peraga, dan (g) Bank Soal; (5) walaupun menyampaikan teguran atau pemberitahuan Kepala Sekolah melakukan pendekatan yang bersifat kekeluargaan, ramah dan obyektif, sehingga mudah diingat dan dilaksanakan, juga guru merasa didukung, diberi pengalaman dan guru akan melaksanakan tugas tanpa paksaan, dan (6) apabila Kepala Sekolah mengadakan pendekatan secara kelompok, maka materi yang disampaikan adalah evaluasi kegiatan, tanya jawab tentang pelaksanaan KBM, memberi saran dan kritik yang membangun, catatan hasil penataran/pelatihan, hasil rapat dengan Pengawas/Dinas, hasil rapat dengan KKKS, pengalaman pribadi selama mengajar, pemberian penguatan pada guru, dan memberi kesempatan/kepercayaan pada guru untuk mengembangkan kemampuan guru tersebut, tanpa harus selalu didekte.

5. Respon dan sikap guru terhadap pelaksanaan supervisi pengajaran
     Respon dan sikap guru terhadap supervisi pengajaran yang dilaksanakan oleh Kepala Sekolah pada dasarnya positif dan mendukung program-program supervisi pengajaran Kepala Sekolah, karena menurut para guru supervisi pengajaran dapat memberikan kontribusi bagi peningkatan kompetensi guru dan kualitas belajar mengajar: (1) guru menyambut baik dan positif pelaksaanan supervisi pengajaran yang dilaksanakan oleh Kepala Sekolah, karena menurut mereka memberikan kontribusi bagi peningkatan kualitas proses belajar mengajar; (2) Kepala Sekolah diharapakan oleh para guru mempunyai jadwal khusus untuk melaksanakan supervisi pengajaran secara teratur dan tertib; (3) para guru mendukung pelaksanaan supervisi pengajaran oleh Kepala Sekolah, karena program ini dapat meningkatkan kompetensi guru; (4) apabila Kepala Sekolah melaksanakan supervisi pengajaran, maka guru terpacu untuk disiplin, terampil, teratur melaksanakan tugas-tugasnya, terbiasa memanfaatkan waktu dengan baik, dan secara bertahap lebih baik dari waktu sebelumnya; (5) pengembangan bahan ajar dengan kreatifitas, administrasi yang teratur, waktu yang efisien merupakan unsur-unsur yang dapat memberikan kontribusi dalam rangka rangka meningkatkan profesionalisme guru; (6) respon guru terhadap pelaksanaan supervisi pengajaran ditunjukkan dengan kinerja para guru dalam melaksanakan tugas-tugas di sekolah, seperti : setiap guru membuat persiapan, analisis dan administrasi lain yang diperlukan dalam pembelajaran, masing-masing melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab, dan tidak ada yang membolos/jarang ada yang ijin; (7) guru selalu melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh Kepala Sekolah walaupun diberikan tugas tambahan di luar kegiatan belajar mengajar (KBM); (8) supervisi pengajaran yang dilaksanakan oleh Kepala Sekolah terhadap para guru, dapat meningkatkan meningkatkan motivasi (semangat) dalam mengajar serta dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, dan (9) dengan pelaksanaan supervisi pengajaran yang dilaksanakan oleh Kepala Sekolah akan dapat mengevaluasi kekurangan guru dalam mengajar, sehingga guru dapat meningkatkan kegiatan belajar mengajarnya serta dapat meningkatkan prestasi belajar peserta didik.

6.  Kendala-kendala Pelaksanaan Supervisi Pengajaran
     Kendala-kendala yang mempengaruhi Kepala Sekolah dalam melaksanakan supervisi pengajaran terhadap para guru antara lain adalah keterbatasan waktu, sarana dan prasarana, dana, terbatasnya peran masyarakat, kesejahteraan guru, kurangnya pelatihan, tingkat kemampuan siswa yang heterogen : (1) kendala pelaksanaan supervisi pengajaran oleh Kepala Sekolah terhadap para guru di sekolah  dikarenakan adanya kunjungan kelas yang telah dijadwalkan sering bersamaan dengan acara kedinasan lainnya yang lebih penting; (2) para guru mengemukakan bahwa kendala-kendala dalam rangka peningkatan kualitas belajar mengajar adalah terbatasnya sarana dan parasana serta media pengajaran yang modern (canggih) yang terdapat di sekolah; dan (3) rendahnya frekuensi para guru yang mengikuti pendidikan dan pelatihan serta tingkat kesejahteraan guru yang masih rendah menjadi kendala bagi Kepala Sekolah dalam melaksanakan supervisi pengajaran terhadap para guru.

7. Upaya-upaya yang dilakukan oleh Kepala Sekolah dalam Melaksanakan Supervisi Pengajaran di Sekolah Dasar
     Upaya Kepala Sekolah dalam meningkatkan profesionalisme guru melalui supervisi pengajaran antara dilakukan dengan cara menciptakan hubungan yang baik antara guru dengan kepala sekolah, melakukan pembinaan kepada para guru secara periodik serta mengevaluasi kegiatan belajar mengajar dan melakukan perbaikan, mengadakan rapat dengan dewan guru, mengikutkan guru ke penataran, KKG, lomba guru berprestasi, serta meningkatkan kinerja guru: (1) Kepala Sekolah menyusun jadwal program supervisi pengajaran kepada para guru secara periodik serta mengevaluasi kelemahan-kelemahan dalam proses belajar mengajar untuk kemudian dilakukan perbaikan; (2) Kepala Sekolah mengikutkan guru dalam lomba guru berprestasi, mengirim guru untuk mengikuti lokakarya, seminar dan KKG; (3) Kepala Sekolah menciptakan suasana lingkungan kerja yang kondusif bagi terselenggaranya proses belajar mengajar di sekolah dengan cara menjaga kekompakan guru, saling menghormati, menerapkan kedisiplinan kerja, dan menjalin hubungan antara sekolah dengan orang tua siswa/masyarakat sekitar sekolah dalam rangka untuk meningkatkan profesionalisme guru di sekolah; dan (4) sesuai dengan kebutuhan sekolah, Kepala Sekolah mengadakan pelatihan di sekolah dengan mengundang orang yang ahli untuk memberikan pelatihan kepada para guru dalam rangka peningkatan kompetensi guru dalam mengelola kegiatan belajar mengajar.

PEMBAHASAN
Program supervisi pengajaran disusun pada awal tahun pelajaran sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai, dengan memasukkan program tersebut dalam Program Kerja atau RAPBS sebagai acuan Kepala Sekolah untuk melaksanakan kegiatan supervisi pengajaran terhadap para guru di sekolah. Pada hakikatnya program supervisi yang disusun oleh kepala sekolah adalah untuk membantu guru untuk memperbaiki situasi kegiatan belajar mengajar. Seperti dikemukakan oleh Wiles (1987) bahwa supervision is assistence in the development of a better teaching-learning situation.  Hal yang sama dikemukakan oleh Hoy & Forsyth (1986) supervisions the set activities designed to improve the teaching-learning process. Sedangkan yang menyusun program kegiatan supervisi adalah kepala sekolah. Sebagaimana ditegaskan oleh Lovell Wiles (1983) bahwa pada umumnya kepala sekolah dipandang sebagai supervisor pengajaran di sekolahnya, karena ialah yang bertanggungjawab untuk mengkoordinasi-kan semua program pengajaran. Sutisna (1983) bahkan menegaskan bahwa tugas pertama seorang administrator sekolah dalam bidang operasional program pendidikan ialah untuk membuat rencana bagi seluruh tahun pelajaran.
Prosedur supervisi pengajaran yang dilaksanakan oleh Kepala Sekolah adalah menyusun program supervisi pengajaran, menerima masukan dari guru pada saat melaksanakan kunjungan kelas, kemudian ditindak lanjuti dengan mengadakan pertemuan baik individual maupun kelompok dalam rapat dewan guru.
Pada hakikatnya, prosedur supervisi pengajaran mengikuti langkah-langkah se-bagai berikut: (1) penjelasan pelaksanaan tugas, (2) temu awal: kepala sekolah me-nyampaikan hal-hal yang akan disupervisi  kepada guru, (3) observasi administrasi, (4) observasi PBM: (a) program (tahunan, catur wulan, bulanan); (b) persiapan mengajar dan pelaksanaannya, (c) hasil belajar/prestasi siswa klasikal/individual, dan (d) program pengayaan dan perbaikan (remedial).(Depdikbud, 1995).
Secara ringkas prosedur supervisi pengajaran ini dapat dijelaskan dengan tahap-tahap sebagai berikut: (1) pra-observasi (pertemuan awal), (2) observasi (pengamatan pembelajaran), dan (3) pasca-observasi (pertemuan balikan).
Dari berbagai tahapan prosedur supervisi di atas, tahapan yang paling terasa bermanfaat adalah pertemuan balikan. Dalam pertemuan balikan data yang telah dianalisis ditunjukkan kepada guru. Umpan balik diberikan sedemikian, sehingga guru dapat memahami temuan, mengubah perilaku yang teridentifikasi dan mempratekkan panduan yang diberikan. Penerimaan dan internalisiasi merupakan capaian terbaik. Hal ini terjadi apabila hubungan guru dengan supervisor dapat digolongkan ke dalam sifat kooperatif dan kolegialitas yang tidak mengancam. Hubungan yang bersahabat merupakan hubungan yang banyak manfaatnya, karena keduanya akan banyak memperoleh manfaat dengan bekerja bersama. Hubungan mereka harus menunjukkan: (1) kepercayaan timbal balik terhadap kemampuannya masing-masing, (2) kepercayaan/ ketergantungan satu sama lain sebagai bentuk pertolongan/bantuan konstruktif, dan (3) pendirian untuk saling bekerjasama menuju tujuan bersama. Dari umpan balik supervisor dan dukungan pada guru, maka dapat ditentukan bersama: (1) perilaku positif pembelajaran yang harus dipelihara, (2) strategi-strategi alternatif untuk mencapai perubahan yang diinginkan, dan (3) kelayakan/kepantasan dari menggunakan kembali metode yang pernah dilakukan. Asumsinya adalah apabila perilaku guru berubah, maka permasalahan spesifik dalam bidang yang menjadi perhatian akan dapat diselesaikan.
Teknik-teknik supervisi pengajaran yang dilaksanakan oleh Kepala Sekolah antara lain meliputi: pemeriksaan administrasi guru, kunjungan kelas, rapat dewan guru secara rutin, menyediakan bacaan profesional, mengirim guru dalam pendidikan dan pelatihan, penataran, seminar, KKG, wawancara pribadi serta menganjurkan untuk studi lanjut bagi yang belum menempuh pendidikan S1. Menurut Moreira (2006) salah satu tantangan  di bidang pendidikan dasar antara lain sedikitnya 30% guru yang ada belum mendapatkan pendidikan yang memadai. Oleh karena itu, program studi lanjut bagi para guru merupakan instrumen yang efektif.
Ada beberapa teknik supervisi yang dipandang bermanfaat untuk mendorong dan mengarahkan perhatian guru-guru terhadap kurikulum dan pengajaran, untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang berkaitan dengan mengajar dan belajar, dan untuk menganalisis kondisi-kondisi yang mengelilingi mengajar dan belajar.(Sutisna, 1983). Teknik-teknik supervisi yang dipandang bermanfaat bagi supervisor antara lain: (1) kunjungan kelas, (2) pembicaraan individual, (3) diskusi kelompok, (4) demonstrasi mengajar, (5) kunjungan kelas antar guru, (6) pengembangan kurikulum, (7) buletin supervisi, (8) perpustakaan profesional, (9) lokakarya, dan (10) survey sekolah-masyarakat.(Sutisna, 2003).
Beberapa metode dan teknik supervisi yang dapat digunakan dalam rangka pembinaan kepada guru SD oleh pengawas atau kepala sekolah adalah: (1) kunjungan kelas, (2) pertemuan pribadi, (3) rapat rutin, (4) kunjungan antar sekolah, (5) kunjungan sekolah, (6) pertemuan secara berkala di KKG, (7) kunjungan antar KKG, (8) pelatihan dan penataran, (9) memanfaatkan media massa, dan (10) karya wisata.(Depdikbud, 1993/1994).
Pola pendekatan supervisi pengajaran yang dilaksanakan oleh Kepala Sekolah bersifat langsung maupun tidak langsung, personal/individual maupun kelompok, pemeriksaan administrasi guru dan pertemuan kasus serta penggunaan media secara lisan dan tertulis serta dengan pendekatan secara kekeluargaan.
Sejak tahun 1980-an, supervisi pengajaran mulai diarahkan pada pendekatan baru, setelah diperkenalkannya supervisi pengembangan oleh Glickman (1980). Pende-katan supervisi tersebut menyadari adanya kenyataan, bahwa peneliti  yang berbeda telah menemukan keefektifan tiap-tiap pendekatan tersebur. Berdasarkan temuan-temuan tersebut, maka disarankan agar para supervisor menggunakan pendekatan yang bervariasi sesuai dengan kebutuhan guru tertentu. Menurut Mantja (1990) perbedaan kebutuhan itu, diakibatkan oleh perbedaan-perbedaan individual. Hal ini sesuai juga yang dikemukakan oleh Glatthorn (1997) yang menggambarkan supervisi yang dapat memperlihatkan perbedaan (differentiated supervisión) sebagai sebuah pendekatan pada supervisi yang melengkapi guru dengan opsi tentang jenis-jenis kepengawasan (advisory) dan layanan evaluasi yang mereka terima.
Penelitian yang dilakukan oleh Ginkel (1983) terhadap sejumlah guru sekolah dasar, menempatkan pendekatan kolaboratif pada peringkat pertama, di samping kedua pendekatan supervisi yang lainnya. Para guru yang menyatakan, bahwa pendekatan supervisi kolaboratif adalah pendekatan yang paling disukai.
Sementara itu, para pakar supervisi pengajaran telah menunjukkan, bahwa sistem pembinaan guru, terutama dalam perbaikan dan peningkatan unjuk kerja mengajar guru didasarkan atas temuan-temuan penelitian. Oleh karena itu, model pembinaan guru yang merupakan pola pembinaan dan pengembangan ketenagaan harus tercermin dalam pelaksanaan supervisi di sekolah.(Lovel & Wiles, 1983).
Respon dan sikap guru terhadap supervisi pengajaran yang dilaksanakan oleh Kepala Sekolah pada dasarnya positif dan mendukung program-program supervisi pengajaran Kepala Sekolah, karena menurut para guru supervisi pengajaran dapat memberikan kontribusi bagi peningkatan kompetensi guru dan kualitas belajar mengajar. Temuan Eko (2003) tentang sikap guru terhadap supervisi dikemukakan bahwa guru tidak terlalu positif terhadap supervisi yang dilakukan supervisor. Sedang-kan menurut Mantja (1990) dari hasil penelitiannya ditemukan bahwa respon dan sikap guru terhadap supervisi ditentukan oleh kemanfaatan supervisi yang diperolehnya. Sementara itu, temuan para pakar supervisi tentang respon dan sikap guru terhadap perilaku supervisi para supervisor, yang dinilai positif oleh para guru (Neagley & Evans, 1980).
Telah dikemukakan di atas, bahwa respon guru terhadap supervisi ditentukan oleh berbagai faktor, termasuk faktor lingkungan budaya etnik dimana ia hidup. Faktor-faktor tersebut ikut mewarnai persepsinya, termasuk persepsinya terhadap kepemimpinan yang diterimanya.(Bartky, 1956).
Temuan penelitian menunjukkan bahwa kendala-kendala yang mempengaruhi Kepala Sekolah dalam melaksanakan supervisi pengajaran terhadap para guru antara lain adalah keterbatasan waktu, sarana dan prasarana, dana, terbatasnya peran masyarakat, kesejahteraan guru, kurangnya pelatihan, tingkat kemampuan siswa yang heterogen, dan wali murid yang kurang pro aktif terhadap kegiatan sekolah.
Secara umum kendala-kendala pelaksanaan supervisi pengajaran dikarenakan sistem pembinaan yang kurang memadai. Hal ini dikarenakan: (1)pembinaan masih terlalu ditekankan pada aspek administrasi dan mengabaikan aspek profesional, (2) tatap muka antara pembina dan masing-masing guru praktis sangat sedikit, (3) pembina sendiri banyak yang sudah lama tidak mengajar dan memerlukan bekal tambahan agar dapat mengikuti perkembangan baru dalam berbagai mata pelajaran, (4) pada umumnya masih menggunakan jalur tunggal dan searah yakni dari atas, dan (5) potensi guru sebagai pembina guru lain kurang dimanfaatkan.
 Masih banyaknya temuan kendala-kendala dalam pelaksanaan supervisi pengajaran di sekolah oleh supervisor, sehingga Ekosusilo (2003) memberikan saran bahwa pembinaan profesional guru masih perlu ditingkatkan lebih lanjut.
Berdasarkan pembahasan di atas bahwa kendala-kendala yang mempengaruhi Kepala Sekolah dalam melaksanakan supervisi pengajaran terhadap para guru antara lain adalah pengaturan jadwal (waktu) supervisi, keterbatasan instrumen untuk melaksanakan supervisi, kompetensi guru yang disupervisi, tingkat kemampuan siswa yang heterogen, dan kurangnya dukungan dari warga sekolah dan stake holder.
Upaya Kepala Sekolah dalam melaksanakan supervisi pengajaran antara dilakukan dengan cara menciptakan hubungan yang baik antara guru dengan kepala sekolah, melakukan pembinaan kepada para guru secara periodik serta mengevaluasi kegiatan belajar mengajar dan melakukan perbaikan, mengadakan rapat dengan dewan guru, mengikutkan guru ke penataran, KKG, lomba guru berprestasi, serta meningkatkan kinerja guru.
Merupakan tugas kepala sekolah untuk menyusun, mengarahkan serta bertanggungjawab untuk mengkoordinasikan pelaksanaan supervisi pengajaran. Hal ini seperti dikemukakan oleh Lovell & Wiles (1983) bahwa pada umumnya kepala sekolah dipandang sebagai supervisor pengajaran di sekolahnya, karena ialah yang bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan semua program pengajaran.  Acheson & Gall (1987) mengatakan untuk keefektifan tugas supervisi di sekolah-sekolah diserahkan kepada Kepala Sekolah. Tanggung jawab utama kepala sekolah sebagai supervisor adalah mensupervisi guru-guru dengan tujuan untuk meningkatkan pengajaran dan pelayanan kepada siswa.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Temuan penelitian anatara lain: (1) yang menyusun rencana progam supervisi pengajaran adalah kepala sekolah, karena ia yang bertanggungjawab untuk mengkoordinasikan semua program pengajaran selama satu tahun pelajaran sesuai dengan program yang telah disusunnya untuk membantu guru untuk memperbaiki situasi kegiatan belajar mengajar yang lebih baik; (2) prosedur supervisi pengajaran yang dilaksanakan oleh kepala sekolah sebagai supervisor dilaksanakan melalui tahapan sebagai berikut: (a) persiapan (menyusun program supervisi pengajaran), (b) pelaksanaan (kunjungan kelas dan pengamatan), dan (c) tindak lanjut atau umpan balik (individual maupun kelompok); (3) teknik-teknik supervisi yang sering dilaksanakan oleh kepala sekolah di sekolah dasar adalah: (a) kunjungan kelas; (b) pemeriksaan administrasi guru; (c) pengamatan (observasi), (d) rapat dewan guru secara periodik; (e) menyediakan bacaan profesional; (f) meningkatkan kompetensi guru melalui seminar, penataran, pendidikan dan pelatihan, dan memberikan dukungan guru untuk studi lanjut; (g) wawancara pribadi, dan (h) mengirim guru untuk mengikuti organisasi profesi (KKG); (4) pola pendekatan supervisi pengajaran yang dilaksanakan oleh Kepala Sekolah diarahkan pada pendekatan baru yaitu supervisi pengembangan dengan pendekatan supervisi kolaboratif yang dapat memperlihatkan perbedaan (differentiated supervisión) sebagai sebuah pendekatan pada supervisi yang melengkapi guru dengan opsi tentang jenis-jenis kepengawasan (advisory) dan layanan evaluasi yang mereka terima; (5) sikap dan respon guru terhadap supervisi pengajaran yang dilaksanakan respon dan sikap guru terhadap supervisi pengajaran yang dilaksanakan oleh Kepala Sekolah pada dasarnya positif dan mendukung program-program supervisi pengajaran Kepala Sekolah, karena menurut para guru supervisi pengajaran dapat memberikan kontribusi bagi peningkatan kompetensi guru dan peningkatan kualitas belajar mengajar di kelas, di samping itu dengan supervisi pengajaran akan diketahui kekurangan-kekurangan yang ada pada guru serta ada tindakan perbaikan lebih lanjut; (6) Kendala-kendala yang dihadapi Kepala Sekolah dalam melaksanakan supervisi pengajaran di sekolah dasar adalah kendala-kendala yang mempengaruhi Kepala Sekolah dalam melaksanakan supervisi pengajaran terhadap para guru antara lain adalah pengaturan jadwal (waktu) supervisi, keterbatasan instrumen untuk melaksanakan supervisi, kompetensi guru yang disupervisi, tingkat kemampuan siswa yang heterogen, dan kurangnya dukungan dari warga sekolah dan stake holder, dan (7) upaya Kepala Sekolah dalam melaksanakan supervisi pengajaran didasarkan pada pertimbangan karena pada umumnya kepala sekolah dipandang sebagai supervisor pengajaran di sekolahnya yang bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan semua program pengajaran dengan melakukan pembinaan kepada para guru secara periodik serta mengevaluasi kegiatan belajar mengajar dan melakukan perbaikan.

Saran
                Berdasarkan temuan temuan penelitian di atas, dikemukakan saran-saran sebagai berikut. (1) Bagi Kepala Sekolah, disarankan dalam program supervisi pengajaran dipersiapkan pula instrumen-instrumen yang nantinya akan digunakan untuk untuk melaksanakan evaluasi monitoring kegiatan belajar mengajar, (2)    Bagi Dinas Pendidikan Kota Malang, khususnya Bidang Pendidikan Dasar, perlu ada pelatihan bagi Kepala Sekolah mengenai teknik-teknik supervisi pengajaran yang dapat diterapkan terhadap para guru di sekolah dasar, sehingga diharapkan dengan adanya pelatihan tersebut dapat membantu Kepala Sekolah agar dalam menerapkan teknik-teknik supervisi pengajaran lebih bervariasi, efisien dan efektif serta dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas kegiatan belajar mengajar, (4) Perlu disusun pedoman supervisi pengajaran bagi para Kepala Sekolah agar ada keseragaman dalam menerapkan pola-pola pendekatan supervisi pengajaran bagi para guru di sekolah dasar (5)   Supervisi yang dilaksanakan oleh kepala sekolah sebaiknya tidak terfokus pada administrasi guru (kelengkapan administrasi pengajaran guru) saja, melainkan juga proses belajar mengajar yang dilaksanakan oleh guru.

DAFTAR RUJUKAN


Bogdan, R. & Biklen, S.K. 1982. Qualitative Research for Education: An Introduction to Theory and Methods. London: Allyn and Bacon, Inc.

Danim, S. 2003. Agenda Pembaruan Sistem Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Delors, J. 1999. Belajar: Harta Karun di Dalamnya, Laporan kepada UNESCO dari Komisi Internasional tentang Pendidikan untuk Abad XXI. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Depdikbud. 1976. Kurikulum Sekolah Dasar 1975, Garis-Garis Besar Program Pengajaran, Buku III D Pedoman Administrasi dan Supervisi. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Depdikbud. 1993/1994. Pedoman Kerja Pelaksanaan Supervisi. Jakarta: Proyek Peningkatan Mutu SD, TK dan SLB, Direktorat Pendidikan Dasar, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Depdikbud. 1994/1995. Petunjuk Peningkatan Mutu Pendidikan di Sekolah Dasar. Jakarta: Direktorat Pendidikan Dasar, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Depdiknas. 2010. Supervisi Akademik: Materi Pelatihan Penguatan Kemampuan Pengawas Sekolah. Jakarta: Direktorat Tenaga Kependidikan, Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Departemen Pendidikan Nasional.

Delors, J. 1999. Belajar: Harta Karun di Dalamnya: Laporan kepada Unesco dari Komisi Internasional tentang Pendidikan Anak untuk Abad XXI. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Ekosusilo, M. 2003. Hasil Penelitian Kualitatif, Supervisi Pengajaran Dalam Latar Budaya Jawa, Studi Kasus Pembinaan Guru SD di Kraton Surakarta. Sukoharjo: Penerbit Uvitet Bantara Press.

Ginkel, K.C. 1983. An Overview of a Study which Examined the Relationship between Elementary School Teachers: Preference for Supervisory Confering Approach and Conceptual Level of Development, Paper Presented at the Annual Meeting of the American Educational Research Association, Montreal.  

Glatthorn, A. A. 1997. Differentiated Supervision (2nd ed). Alexandria, V.A.: Association for Supervision and Curriculum Development.

Glickman, C.D. 1981. Development Supervision. Alexandria: Association for Supervision and Curriculum Development.

Hoy, W.K. & Forsyth, P.B. 1986. Effective Supervision: Theory into Practice. New York: Randum House, Inc.

Jalal, F. & Supriadi, D. 2001. Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah. Jakarta: Diterbitkan atas kerjasama Depdiknas-Bappenas-Adicita Karya Nusa.

Lovell, J. T.  & Willes, K. 1983. Supervision for School Better. 5th ed. Englewood Cliffs, NY: Prentice-Hall, Inc.

Mantja, W. 1990. Supervisi Pengajaran: Kasus Pembinaan Profesional Guru Sekolah Dasar negeri Kelompok Budaya Etnik Madura di Kraton. Disertasi tidak diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana, Universitas Negeri Malang. 

Mantja, W. 1998. Manajemen Pembinaan Profesional Guru Berwawasan Pengembangan Sumber Daya Manusia: Suatu Kajian Konseptual-Historik dan Empirik. Pidato Pengukuhan Guru Besar IKIP Malang. Malang: Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Malang, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Moreira, B. 2006. Peningkatan Mutu Pendidikan Dasar yang Terdesentralisasi. USAID Indonesia, From The American People, (Online), (www.usaid.gov/id, diakses 11 Januari 2006).

Neagley, R.L. & Evans, N.D. 1980. Handbook for Effective Supervision of Instruction. Third Edition. Englewood Cliffs, New York: Prentice-Hall, Inc.

Sidi, I. D. 2001. Menuju Masyarakat Belajar, Menggagas Paradigma Baru Pendidikan. Jakarta: Paramadina dan Logos Wacana Ilmu.

Strauss, A. & Corbin, J. 2003. Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif, Tatalangkah dan Teknik-teknik Teoritisasi Data. Terjemahan oleh Muhammad Shodiq & Imam Muttaqien. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.

Sulo, S.L.L. 1984. Pendekatan dan Teknik-Teknik Supervisi Klinis. Jakarta: Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Sutisna, O. 1983. Administrasi Pendidikan: Dasar Teoritis untuk Pratek Profesional. Bandung: Angkasa.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Wiles, K. 1980/1981. Supervision for Better Schools. Fifth edition. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Diterjemahkan oleh J.F. Tahalele. Malang: Sub Proyek Penulisan  Buku Pelajaran, Proyek Peningkatan/Pengembangan Perguruan Tingi IKIP Malang.

Wiles, K.  & Bondi, J. 1986. Supervision: A Guide to Practice. Columbus, Ohio: Charles E. Merrill Publishing Company.

Williams, D.D. 1986. Naturalistic Evaluation. San Fransisco: Joosey-Bass Inc.

(Artikel dimuat dalam Jurnal Pendidikan Universitas Negeri Malang, Tahun 2012)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

REFORMASI PENDIDIKAN: UPAYA MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN

REFORMASI PENDIDIKAN: Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan Hari Karyono*) Memperhatikan potret pendidikan nasional saat ini. Da...