HAKIKAT MAKNA SUATU SUMPAH JABATAN
|
Dalam setiap pelantikan pejabat di berbagai daerah,
selalu ada sumpah yang diikrarkan. Sumpah ini, dipersaksikan oleh rohaniwan dan
kitab suci. Hal ini sudah menjadi sebuah kewajiban pelantikan pejabat di
Indonesia. Oleh karena setiap pelantikan pejabat negara, pejabat pemerintah,
serta pejabat profesionalisme lainnya, sumpah jabatan ini selalu dilaksanakan.
Bagi setiap pejabat yang baru dilantik, ada janji
kesetiaan, komitmen, dan kesanggupan bahwa jabatan yang dipangku tidak akan
disia-siakan dan dilaksanakan penuh tanggungjawab. Kemudiaan pengharapan
barupun muncul untuk menghilangkan anomali (penyimpangan) dalam jabatan. Namun,
perilaku pejabat tetap saja masih menyimpang seperti perilaku korupsi yang
semakin menjamur di kalangan pejabat.
Ketika sumpah jabatan diikrarkan, seringkali kita melihat
sumpah jabatan hanya sekadar sebuah acara seremonial pelantikan. Sebenarnya,
sumpah jabatan sangatlah sakral, karena mangundung unrur religiusitas. Hal ini
dapat dilihat dari teks yang dilafalkan, yang diawali dengan berjanji kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Bagi pemeluk agama Islam, mengucapkan kalimat “Demi Allah”
saya bersumpah/berjanji. Bagi yang memeluk agam Budha, mengucapkan “Demi Sang
Hyang Adi Budha”, begitu pula dengan agama lain yang bersumpah atas nama Tuhannya.
Penelusuran kilas balik historis asal mula sumpah
jabatan dan siapakah orang pertama yang menggagas serta mempraktikkan sumpah
jabatan tersebut?. Ia adalah Pythagoras, pada masa itu meminta kepada politikus
dan ilmuwan, bersedia diambil sumpah untuk menjalankan jabatan yang diperoleh
secara benar. Ini adalah asal mula sumpah jabatan ada dan sampai sekarang
dilaksanakan di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Pertanyaannya sekarang
adalah: mengapa sumpah jabatan yang diucapkan seolah tidak berdaya melihat
kenyataan perilaku pejabat yang korupsi dari ibukota sampai di seluruh pelosok
nusantara. Banyak pejabat yang terkena OTT oleh KPK. Dan peristiwa ini terus
berlanjut. Seakan tidak jera, walaupun sangsi hukum menantinya. Contoh pejabat
yang kena OTT, tidak membuat sadar pejabat lainnya. Terbukti, masih saja
terjadi OTT oleh KPK di berbagai daerah. Pejabat sebenarnya lebih
mengetengahkan pengabdian kepada masyarakat, bukan sebaliknya mengambil
keuntungan demi memperkaya diri sendiri.
*) Hari Karyono adalah dosen Pacsarjana Universitas
PGRI Adi Buana Surabaya, pengampu matakuliah Etika Profesi Kependidikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar